Mencela Penguasa Di Forum Umum

Alhamdulillah

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

••

1.Cara Duduk Di Antara Dua Sujud Dalam Shalat

Bolehkah Wanita Memanjangkan Kukunya?

3.Sebab Kenakalan pada Anak #01

4.Selamatkan Generasi Muda Dari Para Perusak

5.Orang-Orang Yang Tidak Bisa MenciumBau Surga

6.Shalat Taubat dan Tata Caranya

7.Pelaku Pencurian Anak-Anak, Ini Sikap Rasulullah

8. Islam Sebagai Kekuatan Orang Aceh Melawan Portugis

9. Biografi Ibnu Syihab Az Zuhri, Sang Gunung Ilmu

10.Seorang Suami Berkata Kepada Istrinya: “Berilah Saya Secarik Kertas dan Akan Saya Tulis Bahwa Kamu Saya.Cerai, Namun.Sebenarnya Dia Tidak Sengaja Berkata.Seperti Itu”

•••

Tanya – Jawab _ BAHTERA KELUARGA (Grand Launching App…Halo Ustadz) 5Mb

Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi_ M.A. – Harta Halal Sebab Kebahagian Harta Hram Sebab Kesengsaraan 3Mb

Ustadz Dr. Firanda Andirja_ M.A. – Kiat Kiat Bahagia Sekeluarga 6M

Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah_ M.A. – Didiklah Anak dan Istrimu 6Mb

Grand Launching _ Tabligh Akbar Aplikasi Halo Ustadz 13Mb

HASAD _ DENGKI_IRI _ USTADZ YAZID BIN ABDUL QODIR JAWAS 4Mb

Kitab Shahih Bukhari_ Jihad YangSesungguhnya – Ust Mizan Qudsiyah 8Mb

Kitab Shahih Bukhari_ Ketika Allah Menghendaki -Ust Mizan Qudsiyah 7Mb

••

Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur – Tabligh Akbar Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili

Hukum Menggambar Dalam Islam-Ust Abu Haidar As Sundawy

Bahaya Seseorang Yang Tidak Menerima Keputusan Allah danRasulNya-Ust M.Nur Ihsan

Bolehkah Mengatakan : Sekarang iniMasyarakat Jahiliyah-Ust Abdurrahman Thayyib

MENUJU AL-KAUTSAR SUNGAI DI SURGA-Ust Abdurrahman Thayyib

(Mulia Dengan Manhaj Salaf, Ustadz Gemma Ilhamy, S.Pd.I

•••

Pertanyaan Penting Seputar Syirik Ashgar(Kecil)

Menangis Dan Tertawa Sesuai Sunnah

Menangis Sesuai Sunnah

••

  • MENCELA PENGUASA DI FORUM UMUM

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada.Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:

Berikut pembahasan tentang, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,

 

  • SOAL :

Bagaimana sikap kita terhadap pendapat syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i –rahimahullah- yang membolehkan mencela pemimpin depan umum karena beliau -rahimahullah- menilai hadits tentang larangannya dhoif ustadz? Dari Gym Perangin Abu Adam di Jayapura, PAPUA

➡ JAWAB :

Na’am, Barokallahu fikum, Dalam masalah ini perlu didudukan dan di perinci sebagai berikut :

➡ [1] Sebelumnya perlu disampaikan bahwa Kita dalam berhujjah wajib berpegang dengan dalil dalil dari al Kitab dan as Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih, adapun semata mata PERKATAAN dan FATWA ulama wajib ditimbang dengan dalil, jadi sifatnya tidak MUTLAK, maka bisa saja perkataannya diambil dan bisa juga ditinggalkan, terlebih lagi ketika perkataan mereka menyelisihi DALIL atau menyelisihi perkataan dan fatwa ulama lainnya

✅ Hal ini sebagaimana pernyataan Imam malik –rahimahullah- :

كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ.

Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah qubur Nabi shalallahu aaihi wasallam)

✅ Para Ulama -rahimahumullah- berkata :

أَقْوَالٌ أَهَّلَ العِلْمُ فَيَحْتَجُّ لَهَا وَلَا يَحْتَجُّ بِهَا

Pendapat para ulama itu butuh dalil dan ia (pendapatnya) bukanlah dalil”.

✅ Imam Malik -rahimahullah- juga berkata :

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِئُ وَأُصِيبُ، فَاُنْظُرُوا فِي رَأْيِي، فَكُلُّ مَا وَافَقَ الكِتَابَ وَالسَّنَةَ، فَخُذُوهُ. وَكُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقْ الكُتَّابُ وَالسَّنَةُ، فَاُتْرُكُوهُ

Saya ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah..” (Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul Al Ahkam 6/149).

✅ Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah-berkata :

أَجْمَعُ النَّاسُ عَلَى أَنْ مَنْ اِسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلٍ أَحَدٌ مِنْ النَّاسِ

Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun”. (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I’lam 2/361).

✅ Imam Abu Hanifah -rahimahullah- berkata :

لَا يُحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ بُقُولَنَا، مَا لَمْ يَعْلَمْ مِنْ أَيْنَ أَخَذْنَاهُ

Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami, selama ia tidak tahu darimana kami mengambilnya (dalilnya)”.

(Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Intiqa 145, Hasyiah Ibnu ‘Abidin 6/293).

✅ Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- berkata :

لَا تُقَلِّدُنِي، وَلَا تُقَلِّدُ مَالِكًا، وَلَا الشافعي، وَلَا الأوزاعي، وَلَا الثَّوْرِيُّ، وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا

Jangan taqlid kepada pendapatku, juga pendapat Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i maupun Ats Tsauri. Ambilah darimana mereka mengambil (dalil)”. (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I’lam 2/302).

➡ [2] Memang benar ada pernyataan syaikh Muqbil bin Hadi–rahimahullah- dalam Fatwa-nya yang menunjukan bolehnya mengkritik pemerintah di forum umum, di mimbar mimbar saat beliau ditanya dalam masalah ini , dan beliau berdalil dengan Firman Allah Ta’ala :

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar . merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran : 104)

✅ Berdalil juga dengan hadits :

أفضَلُ الجهادِ كلمةُ عدلٍ عندَ سلطانٍ جائرٍ

“Sebaik baik jihad adalah menyampaikan kalimat yang adil disisi penguasa dzalim” (HR Abu Dawud : 4344) (lihat Tuhfatul Mujib hal. 163-166).

✅ Segi pendalilannya beliau mengatakan :

والعندية لا تقتضي السرية وأن يكون مع السلطان وحده

Lafadz ‘Indiyyah (disisi penguasa) adalah kata yang tidak menunjukan sembunyi sembunyi dan bersama penguasa seorang diri (namun terang terangan, pent) (Tuhfatul Mujib, hal. 164).

➡ [3] Kritik terang terangan yang dimaksud beliau –rahimahullah- adalah kritik dalam rangka menyampaikan NASEHAT bukan MENCELA atau MEMBULI serta MENGHINA PENGUASA bukan pula KRITIK yang sifatnya memprovokasi manusia agar khuruj (memberontak). Jadi beliau -rahimahullah-tidak membolehkan kritik terang terangan secara mutlak atau total tanpa batasan.

✅ Beliau -rahimahullah- mengatakan :

وفرق بين أن تقوم وتنكر على المنبر أعمال الحاكم المخالفة للكتاب والسنة، وبين أن تستثير الناس على الخروج عليه، فالاستثارة لا تجوز إلا أن نرى كفرًا بواحًا

Dan berbeda antara berdiri mengingkari kemunkaran diatas mimbar terhadap perbuatan penguasa yang menyelisihi al kitab dan as sunnah dengan (mengingkari) yang mempengaruhi manusia untuk memberontak kepada penguasa, kalau bentuk mempengaruhi seperti ini maka tidak boleh kecuali kalau melihat penguasa sudah berada diatas kekufuran yang nyata..” (At Tuhfah : 164).

Dari pernyataan beliau -rahimahullah- diatas menunjukan bahwa beliau -rahimahullah- tetap melarang mengkritik terang terangan yang berdampak kepada seruan memberontak.

➡ [4] Catatan penting disini adalah dengan adanya fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi –rahimahullah- tersebut, bukan berarti beliau berpemahaman KHOWARIJ yang setuju khuruj, tidak sama sekali.

Hal ini karena beliau -rahimahullah- dalam bersikap terhadap penguasa secara umum, sejalan dengan prinsip para ulama ahlus sunnah lainnya dari zaman ke zaman yaitu haramnya khuruj (memberontak) kepada PENGUASA dan wajibnya ta’at kepada mereka.

Yang mana hal tersebut telah menjadi ijma’ para ulama AHLUS SUNNAH tanpa ada khilaf.

Adanya ijma’ seperti yang dinyatakan oleh al

 Imam Abul Hasan Al Asy’ari -rahimahullah- :

وَأَجْمَعُوْا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ لِأَئِمَةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَلَى أَنْ كُلَ مَنْ وَلِي شيئاً مِنْ أُمُوْرِهِمْ عَنْ رِضَى أَوْ غَلَبَةٍ وَامْتَدَتْ طَاعَتُهُ مِنْ بَرٍّ وَفَاجِرٍ لَا يَلْزَمُ الْخُرُوْجَ عَلَيْهِمْ بِالسَّيْفِ جَارَ أَوْ عَدَلَ، وَعَلَى أَنْ يَغْزُوا مَعَهُمْ العَدُو، وَيَحُجُ مَعَهُمُ الْبَيْتَ، وَتَدْفَعُ إِلَيْهِمُ الصَّدَقَاتِ إِذَا طَلَبُوْهَا وَيُصَلِى خَلْفَهُمْ الْجَمْعُ وَالْأَعْيَادُ

Dan para ulama telah sepakat wajib patuh dan taat kepada penguasa kaum muslimin dan kepada setiap orang yang diberi kuasa untuk mengurusi urusan mereka dengan cara ridho atau cara paksa maka tetap memberikan ketaatan baik pemimpin adil ataupun dzalim tidak mengharuskan memberontak dengan pedang kepada mereka baik pemimpin adil ataupun dzalim, dan juga taat untuk berjihad memerangi musuh bersama mereka , berhaji ke baitullah bersama mereka, menyerahkan zakat kepada mereka ketika mereka memintanya, serta shalat jumat dan shalat ‘ied dibelakang (bermakmum kepada) mereka” Risalah Ila Ahli Tsaghor, hal. 296)

✅ Demikian juga Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- mengatakan :

وَقَدْ أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ عَلَى وُجُوبِ طَاعَةِ السُّلْطَانِ الْمُتَغَلِّبِ وَالْجِهَادِ مَعَهُ وَأَنَّ طَاعَتَهُ خَيْرٌ مِنَ الْخُرُوجِ عَلَيْهِ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ حَقْنِ الدِّمَاءِ وَتَسْكِينِ الدَّهْمَاءِ

Dan telah sepakat fuqoha atas wajibnya taat kepada penguasa yang sedang berkuasa dan berjihad bersamanya, dan (mereka juga sepakat) bahwa taat kepadanya lebih baik dibanding memberontak, sebab dengan itu darah terpelihara dan membuat nyaman kebanyakan orang.” [Fathul Bari, 13/7]

✅ [5] Lalu bagaimana mensikapi fatwa beliau yang membolehkan mengkritik penguasa di forum umum ? seolah bertentangan dengan fatwa ulama lain yang melarang ? maka jawabanya adalah kalau mau dikatakan khilafiyyah pun ini khilafiyyah bukan pada pokok masalah, dan masalah khilafiyyah diantara ulama dalam masalah yang bukan pokok dan prinsip adalah hal yang biasa. Karena Syaikh Muqbil –rahimahullah- bersepakat dalam prinsip dan pokok sikap kepada penguasa yaitu mendengar dan ta’at serta haramnya khuruj (memberontak kepada penguasa)

✅ Jawaban lainnya adalah bahwa kalau kita cermati antara fatwa Syaikh Muqbil -rahimahullah- yang membolehkan mengkritik PENGUASA di forum umum namun tidak MUTLAK membolehkan, dengan fatwa para ulama yang melarang mencela penguasa di forum umum karena akan berdampak BURUK seperti syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah- , maka pada hakekatnya tidak ada khilaf diantara mereka , dimana mereka sama sama melarang mengkritik penguasa di forum umum yang akan mengantarkan kepada kerusakan.

✅ Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah berkata :

لَيْسَ مِنْ مَنْهَجِ السَّلَفِ التَّشْهِيْرُ بِعُيُوْبِ الْوُلاَةِ وَذِكْرُ ذَلِكَ عَلَى الْمَنَابِرِ، لِأَنَّ ذَلِكَ يُفْضِيْ إِلَى الْفَوْضَى ،وَعَدَمِ السَّمْعِ وَالطَاعَةِ فِيْ الْمَعْرُوْفِ وَيُفْضِيْ إِلَي الْخَوْضِ الَّذِيْ يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ. وَلَكِنَّ الطَّرِيْقَةَ الْمُتَبَّعَةَ عِنْدَ السَّلَفِ : النَّصِيْحَةُ فِيْمَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السُّلْطَانِ وَالْكِتَابَةِ إِلَيْهِ، أَوِ الْاِتِصَالِ بِالْعُلَمَاءِ الَّذِيْنَ يَتَّصِلُوْنَ بِهِ حَتَّى يُوَجِّهَ إِلَى الْخَيْرِ. وَإِنْكَارُ الْمُنْكَرِ مِنْ دُوْنِ ذِكْرِ الْفَاعِلِ، فَيُنْكَرُ الزِّنَى، وَيُنْكَرُ الْخَمْرُ، وَيُنْكَرُ الرِّبَا، مِنْ دُوْنِ ذِكْرِ مَنْ فَعَلَهُ، وَيَكْفِيْ إِنْكَارُ الْمَعَاصِيْ وَالتَّحْذِيْرُ مِنْهَا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ أَنَّ فُلَانًا يَفْعَلُهَا، ، لَا حَاكِمٌ وَلَا غَيْرِ حَاكِمٍ وَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ فِيْ عَهْدِ عُثْمَانَ، قَالَ بَعْضُ النَّاسِ لِأُسَامَةَ ابْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ : اَلَا تُنْكِرُ عَلَى عُثْمَانَ ؟ قَالَ : أَأُنْكِرُ عَلَيْهِ عِنْدَ النَّاسِ ؟ لَكِنْ أُنْكِرُ عَلَيْهِ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ وَلَا أَفْتَحُ بَابَ شَرٍّ عَلَى النَّاسِ. وَلَمَّا فَتَحُوْا الشَّرَ فِيْ زَمَنِ عُثْمَانَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ وَأَنْكَرُوْا عَلَى عُثْمَانَ جَهْرَةً تَمَّتِ الْفِتْنَةُ وَالْقِتَالُ وَالْفَسَادُ الَّذِيْ لَا يَزَالُ النَّاسُ فِيْ آثَارِهِ إِلَى الْيَوْمِ، حَتَّى حَصَلَتِ الْفِتْنَةُ بَيْنَ عَلِيٍّ وَمُعَاوِيَةَ، وَقُتِلَ عُثْمَانُ وَعَلِىٌّ بِأَسْبَابِ ذَلِكَ وَقُتِلَ جَمٌّ كَثِيْرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَغَيْرِهِمْ بِأَسْبَابِ الْإِنْكَارِ الْعَلَنِيِّ وَذِكْرِ الْعُيُوْبِ عَلَناً حَتَّى أَبْغَضَ النَّاسُ وَلِيَّ أَمْرِهِمْ وَحَتَّى قَتَلُوْهُ. نَسْاَلُ اللَّهَ الْعَافِيَةَ

Bukan termasuk Manhaj Salafus Shalih menyebarkan aib penguasa diatas mimbar dan forum terbuka, karena hal itu bisa menimbulkan anarkisme dan (menyebabkan) tidak mau patuh dan taat (kepada penguasa) dalam perkara yang baik, serta membawa kepada pembicaraan yang merugikan dan tidak berguna, tetapi cara yang ditempuh oleh salafus shalih adalah memberi nasehat mengenai persoalan yang mengganggu hubungan rakyat dengan penguasa, menulis surat kepadanya, atau menjadikan ulama sebagai mediator yang bisa bertemu langsung dengan penguasa sehingga ia bisa diarahkan kepada kebaikan. Mengingkari kemungkaran dilakukan dengan tanpa menyebut siapa pelakunya, ia mengingkari zina, minum khamer, praktik riba dan sebagainya tanpa harus menyebut siapa yang melakukannya. Ia cukup mencegah dan mengecam tindak kemaksiatan tersebut secara umum tanpa menyebutkan bahwa fulan yang melakukannya, baik ia penguasa atau bukan. Ketika terjadi fitnah di zaman pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan y beberapa orang berkata kepada Usamah bin Zaid, “Kenapa engkau tidak memprotes ‘Utsman ?”, Usamah y menjawab, “Apakah aku harus memprotesnya dihadapan umum? Tapi aku akan memprotesnya secara empat mata, dan aku tidak mau membuka pintu fitnah dihadapan khalayak”. Ketika mereka telah membuka keburukan dizaman ‘Utsman bin ‘Affan dan mereka mengecam Khalifah secara terbuka maka terjadilah fitnah, peperangan dan kerusakan yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang ini. Sampai akhirnya terjadi peperangan antara ‘Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyyah , ‘Utsman dan ‘Ali dibunuh karenanya, serta banyak dari sahabat dan selainnya yang terbunuh akibat dari pengingkaran dan pembeberan aib secara terang terangan sampai mereka membenci penguasa dan bahkan mereka membunuhnya kita memohon kepada Allah keselamatan dari fitnah ini..” (Fatwa Syaikh Bin Baaz dicetak diakhir Risalah Huquq Ar Ra’I war Ra’iyyah, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin hal. 27-28)

✅ [6] Mengenai hadits yang di lemahkan oleh Syaikh Muqbil bin hadi –rahimahullah- yang kata beliau lafadz tersebut adalah ziyadah (tambahan) dan tambahan tersebut adalah syadz (ganjil) tidak shohih, yang asalnya riwayat tersebut ada di shahih Muslim.

Maka kita katakan, justru hadits tersebut di shahihkan oleh Syaikh Al Albani -rahimahullah- didalam Dzilalul Jannah Fi Takhrijis Sunnah 2/521

✅ Hadits tersebut bunyinya :

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلَا يُبْدِهِ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُوا بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

Barang siapa yang mau menasehati penguasa maka hendaklah untuk tidak terang terangan, akan tetapi pegang tangannya lalu menyepilah dengannya, jika menerima (nasehat) maka itulah (tujuannya) tapi jika tidak (menerima) maka engkau telah menyampaikan (nasehat)” (HR Ibnu Abi ‘Ashim, didalam As Sunnah 2/521 no. 1096, Ahmad 3/403-404, Al Hakim 3/290)

✅ Adapun lafadz hadits yang Syaikh Muqbil –rahimahullah- sebutkan dalam Fatwa nya yaitu :

من كانت لديه نصيحة لذي سلطان فلينصحه سرًّا

Barang siapa yang mau menasehati kepada penguasa maka nasehatilah secara sembunyi sembunyi” maka lafadz ini ana tidak tahu (belum menemukan) karena dalam kitab At Tuhfah atau fatwanya tersebut tidak dicantumkan takhrij haditsnya.

  • KESIMPULAN DARI JAWABAN :

1-Memang benar syaikh Muqbil bin Hadi -rahimahullah- membolehkan mengkritik penguasa di mimbar dan forum umum, namun sifatnya tidak mutlak.

2-Syaikh Muqbil -rahimahullah- tetap melarang kritik di forum umum jika menyebabkan adanya ajakan pemberontakan kepada penguasa.

3-Kritik yang dimaksud syaikh Muqbil -rahimahullah- adalah nasehat bukan mencela atau menghina

4-Syaikh Muqbil -rahimahullah- tetap satu jalan dengan para ulama ahlus sunnah pada prinsip dasar dalam bersikap terhadap penguasa yaitu haramnya KHURUJ dan wajibnya TA’AT kepada penguasa DZALIM.

5-Kalaupun dalam masalah menasehati penguasa di forum umum ada perbedaan pendapat antara syaikh Muqbil -rahimahullah- dengan para ulama lain, maka kita wajib mengikuti pendapat ulama yang kuat dari segi pendalilannya, dengan tetap menghormati semua para ulama ahlus sunnah termasuk syaikh Muqbil bin Hadi -rahimahullah- yang mana beliau adalah gurunya para masyaikh.

6-Mengenai hadits yang di dho’ifkan beliau maka hal ini masuk kepada ranah ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang mana ulama lain seperti syaikh al Albani -rahimahullah- justru menshahihkannya, maka bersikap lapang dada terhadap perbedaan pendapat yang memang mu’tabar (teranggap) adalah hal yang terpuji. Demikianlah sedikit yang bisa kami jawab dalam masalah ini, Wallahu a’lam

Abu Ghozie As Sundawie

= ¶¶¶¶ Lanjut Ke Halaman 2 ¶¶\¶¶