Hubungan Antara Firqoh Sesat ASY’ARIYAH Dengan MATURIDIYAH

Alhamdulillah

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

 1. Abu Manshur Al Maturidi Dan Aliran Maturidiyah

2. Telaah Terhadap Pemikiran Maturidiyah

3. Pemikiran Maturidiyah

Ust Abdul Hakim Amir Abdat · Firqoh-Firqoh Sesat 01

Ust Abdul Hakim Amir Abdat · Firqoh-Firqoh Sesat 02

Mengingatkan Umat tentang KelompokSesat-Ust. Abdurrahman Thayyib 19Mb

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Jalan Selamat di Tengah Perpecahan Umat 01 22Mb

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Jalan Selamat di Tengah Perpecahan Umat 02 9Mb

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Jalan Selamat di Tengah Perpecahan Umat 03 8Mb

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Jalan Selamat di Tengah Perpecahan Umat 04 10Mb

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat · Intisari Aqidah Ahlus Sunnah 01 10Mb

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat · Intisari Aqidah Ahlus Sunnah 02 14Mb

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat · Keadaan Umat Dan Solusinya 01 16Mb

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat · Keadaan Umat Dan Solusinya 02 12Mb

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Penjelasan Hadits Perpecahan Ummat12Mb

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat · Pentingnya Menuntut Ilmu Syari’i

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Manhaj Salaf Sebagai Solusi Atas Problematika Ummat 01

Ust.Abdul Hakim Amir Abdat · Manhaj Salaf Sebagai Solusi Atas Problematika Ummat 02

Ilmu Syari Penangkal Aliran Sesat-Ust. Ali Nur

Hidayah dan Kesesatan (Abdullah Taslim, MA)

Dekatnya Hidayah dan Kesesatan-Ust Abdullah Taslim

Apa Saja Aliran Sesat? – Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A mp3

https://m.youtube.com/watch?v=f4xUQsMb5IU

==

Hubungan ANTARA ASY’ARIYAH DENGAN MATURIDIYAH (BAGIAN KEDUA)

OLEH : AL USTADZ JA’FAR UMAR THALIB.

Setelah kita mengenal sedikit tentang asal-usul Asy’ariyah, marilah kita mengenal Maturidiyah dan hubungannya dengan Asy’ariyah. Bahwa Maturidiyah itu.adalah pemahaman yang digagas oleh Abu Mansur Al.Maturidi. Nama dan nasab beliau adalah Muhammad bin.Muhammad bin Mahmud Al Maturidi Al Samarqandi..Beliau lahir di sekitar th. 238 H. dan wafat th. 333 H.

Beliau terkenal sebagai Imamul Mutakallimin (Imam para.para ahli ilmu kalam) dan beliau menulis beberapa kitab.yang menunjukkan betapa mendalamnya ilmu beliau dalam ilmu kalam dan qaidah-qaidah filsafat. Diantara.kitab-kitab karya beliau adalah : “At Tauhid”, “At Ta’wilat”, “Al Maqalaat” dan lain-lainnya.

Sementara itu kitab Al Maqalat termasuk kitab yang hilang menurut para.peneliti.Para peneliti menyimpulkan dari kitab-kitab karya Abu.Mansur Al Maturidi tersebut sebagai berikut :

1. Dr. Mahmud Qasim dalam muqaddimahnya terhadap.kitab karya Ibnu Rusyd (Manahijul Adillah) menyatakan.bahwa Al Maturidiyah lebih dekat kepada pikiran.Mu’tazilah daripada Asy’ariyah.

2. Dr. Jalal Musa dalam kitabnya Nasy’atu Al Asya’irah Wa Tathawwuruha menyatakan bahwa Al Maturidiyah mencocoki pemikiran Mu’tazilah secara mutlak.

3. Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Dzuhrul Islam berpendapat bahwa Al Asy’ariyah itu lebih dekat kepada.Mu’tazilah daripada Al Maturidiyah. Karena Abul Hasan Al Asy’ari pernah belajar dalam waktu yang lama dengan Al Mu’tazilah.

4. Zahid Al Kautsari dalam muqaddimahnya terhadap kitab Tabyin Kidzbul Muftara karya Ibnu Asakir menyatakan bahwa Al Maturidiyah itu pemikirannya di tengah antara Asy’ariyah dengan Al Mu’tazilah.

5. Abu Zahrah menerangkan dalam kitabnya Tarikh Al Madzahibul Islamiyah , bahwa Al Maturidiyah dengan Al Asya’rah keduanya sama-sama menjadikan akal serta teori-teori Ilmu Mantiq sebagai landasan dalam.memahahi perkara aqidah yang diterangkan dalam Al Qur’an. Dan Al Maturidiyah pemikirannya ditengah-.tengah antara Asy’ariyah dengan Mu’tazilah.

Asy’ariyah,Maturidiyah,Mu’tazilah Kelompok Sesat Pemuja Akal dan Menggunakan Filsafat Yunani Dalam Memahami Al-Qur’an dan As Sunah
Perbedaan pendapat diantara para peneliti tersebut terjadi karena memang kitab-kitab yang ditulis oleh tiga golongan utama dalam Ilmu Kalam ini (yaitu Mu’tazilah, Maturidiyah dan Asy’ariyah) adalah kitab-kitab yang.menggunakan retorika logika FILSAFAT Yunani. Sehingga boleh saja logika dipahami dengan logika pula. Mereka memahami dalil-dalil Al Qur’an dan Al Hadits dengan logika FILSAFAT Yunani itu, sehingga mereka melakukan ta’wil bathil atau dengan kata lain “Tahrif”. Yaitu merubah-rubah makna dalil itu untuk di cocokkan dengan logika mereka. Sehingga jadilah pemahaman mereka itu.menjadi bola liar di kalangan pengikutnya. Demikian diterangkan oleh Al Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim Ibnu Qutaibah rahimahullah (lahir th. 213H. dan wafat th. 376 H) dalam Al Ikhtilaf Fil Lafdl hal12

ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻤﻴﻦ ﻳﻌﺘﻨﻘﻮﻥ ﺍﻷﺭﺍﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺬﻫﺒﻮﻥ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺑﻌﻘﻮﻟﻬﻢ، ﺛﻢﻳﻨﻈﺮﻭﻥ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ، ﻓﺈﺫﺍ ﻭﺟﺪﻭﻩ ﻳﻨﻘﺾ ﻣﺎ ﻗﺎﺳﻮﺍ، ﻳﺒﻄﻞ ﻣﺎﺃﺳﺴﻮﺍ، ﻃﻠﺒﻮﺍ ﻟﻪ ﺍﻟﺘﺄﻭﻳﻼﺕ

“Sesungguhnya para ahli Ilmu Kalam itu meyakini.berbagai pandangan produk akal mereka, kemudian setelah itu mereka melihat Kitabullah (yakni Al Qur’an). Maka bila mereka mendapati (ada ayat-ayat) Al Qur’an yang membatalkan pandangan akal mereka dan membatalkan metodologi yang mereka bangun, maka mereka berusaha mencari ta’wilan bagi ayat-ayat itu (agar mencocoki qaidah berfikir mereka)”.

Dengan cara pemahaman agama yang demikian itu,.mereka kaum Mutakallimun itu (kaum ahli ilmu kalam itu) mengharuskan setiap Muslim untuk mempelajari ilmu Mantiq. Dimana ilmu ini mengajarkan metodologi logika menurut FILSAFAT Yunani yang dibangun di atas perdebatan logika semata. Menurut mereka, kaum Muslimin tidak akan memahami aqidahnya kecuali setelah dia memahami ilmu mantiq. Sehingga mereka mengopinikan kepada kaum Muslimin bahwa ilmu Tauhid itu ilmunya para khawas (orang-orang khusus).

Adapun orang awam agama, dilarang mempelajari Tauhid, sebab bila mempelajarinya tanpa didahului mempejari ilmu mantiq, dikuatirkan orang awam itu akan sesat atau bahkan menjadi atheis.

✅ Salah seorang Ulama’ ahli fiqih dari kalangan Asya’irah – Maturidiah itu, yakni Al Allamah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al Haitami As Sa’di Al Anshari As Syafi’ie, (lahir th. 909 H. dan wafat th. 973 H) menyatakan dalam kumpulan fatwa beliau (Al Fatawa AlHaditsah hal. 204) :

ﻭﺳﺌﻠﺖ ﻋﻦ ﻣﻄﺎﻟﻌﺔ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ؟ ﻓﺄﺟﺒﺖ ﺑﻘﻮﻟﻲ : ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻢ ﻳﺤﻂ ﺑﻤﻘﺪﻣﺎﺕ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﺍﻹﻟﻬﻴﺔ ﻭﺍﻟﺒﺮﺍﻫﻴﻦﺍﻟﻘﻄﻌﻴﺔ ﺃﻥ ﻳﺸﻐﻞ ﺑﻤﻄﺎﻟﻌﺔ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﺍﻟﻤﺸﻜﻠﺔ ،ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﺰﻟﺔ ﺍﻷﻗﺪﺍﻡ ﺟﺎﻟﺒﺔ ﻟﻮﻗﻮﻋﻬﻢ ﻓﻲ ﻭﺭﻃﺔ ﺍﻟﺤﻴﺮﺓ ﻭﺍﻷﻭﻫﺎﻡ،ﺑﻞ ﺭﺑﻤﺎ ﺃﺩﻯ ﺑﻬﻢ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺍﻟﺼﺮﻳﺢﻭﺍﻹﺑﺘﺪﺍﻉﺍﻟﻘﺒﻴﺢ،ﻓﻠﻴﺘﺮﻙ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺫﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺳﻼﻣﺔ ﺩﻳﻨﻪ ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﺎﻋﻼ ﻭﻻ ﺑﺪ،ﻓﻠﻴﻠﺰﻡ ﺷﻴﺨﺎ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﺑﻔﻦ ﺍﻟﻜﻼﻡ .

Dan aku pernah ditanya tentang bolehkah mempelajari kitab-kitab aqidah ? Maka aku menjawabnya dengan perkataanku : Tidak sepantasnya bagi seseorang muslim yang belum menguasai metodologi ilmu – ilmu yang berkenaan dengan ketuhanan dan argumentasi – argumentasi yang pasti, untuk menyibukkan dirinya mempelajari sesuatupun dari kitab-kitab aqidah yang penuh kesulitan padanya. Karena (membaca kitab aqidah dalam keadaan demikian itu) akan menggelincirkannya dan menyeretnya untuk terjatuh dalam carut-marutnya kebingungan intelektual dan sangkaan demi sangkaan. Bahkan kadang-kadang mereka bisa terjatuh dalam kekafiran yang nyata dan kebid’ahan yang jelek. Maka hendaknya orang yang berakal itu meninggalkannya.(yakni meninggalkan mempelajari kitab-kitab aqidah) bila ingin agamanya selamat. Dan kalau memang dia ingin mempelajarinya, maka hendaknya dia berguru dengan orang yang menguasai ilmu kalam”.

Demikianlah landasan pemahaman kalangan Asy’ariyah – Maturidiah yang sangat menjunjung tinggi AKAL PIKIRAN mereka di atas Al Qur’an dan Al Hadits dan tentunya diatas pemahaman para Salafus Shaleh. Mereka.menyusun “ilmu-ilmu” yang diambil dari filsafat Yunani kuno, yaitu filsafat ARISTOTELES, dan filsafat gurunya yaitu SOKHRATES, dan filsafat gurunya Sokhrates yaitu PLATO yang notabene adalah filsafat Materialisme dan Relatifisme atau Sofesta’iyah. Ilmu-ilmu yang merekaMadopsi dari filsafat Yunani itu adalah Ilmu MANTIQ, ilmu KALAM, dan lain-lainnya. Kemudian dengan berbagai ilmu bid’ah dhalalah itu, mereka membikin rancu pemahaman agama kaum Muslimin, dengan memasukkan berbagai sampah pemikiran Yunani itu dalah pembahasan perkara aqidah atau ilmu Tauhid.

Sehingga ilmu Tauhid itu penuh dengan hinggar – bingar perdebatan logika, sehingga amat sulit dipahami oleh orang awam agama ataupun orang yang berilmu sekalipun. Setelah itu dengan kenyataan ilmu Tauhid itu demikian, mereka melarang kaum Muslimin untuk mempelajari ilmu Tauhid. Sehingga kaum Muslimin beragama tanpa Tauhid. Yang berarti mereka beragama tanpa landasan yang kokoh, dan inilah sesungguhnya yang dikatakan Floating mass (massa mengambang). Mudah dimobilisir oleh para pemimpinnya kemana saja yang dimaukan sesuai dengan pesan sponsor. Dan yang pasti mudah diceraiberaikan satu dengan lainnya ketika para pemimpinnya berbeda pendapat dan atau berbeda pendapatan.

Al Imam Ibnu Qutaibah dalam Ta’wil Mukhtalafil Hadits (hal. 20 – 21) menerangkan : “Dan sungguh aku telah mempelajari berbagai aliran pemahaman ahli ilmu KALAM, maka aku dapati bahwa mereka itu adalah gerombolan orang-orang yang suka berkata tentang Allah dalamperkara yang mereka sendiri tidak mengerti tentangnya,.dan mereka membikin fitnah dikalangan Muslimin dengan.ajaran-ajaran yang mereka sampaikan, mereka bisa melihat tahi mata pada mata orang lain, padahal di matamereka ada tahi mata sebesar pokok pohon korma dan mereka tidak melihatnya, mereka meragukan kebenaran.makna dalil naqli (yakni dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah) tetapi mereka tidak meragukan pikiran-pikiran mereka dalam menafsirkan dalil-dalil itu.

Padahal makna Al Qur’an dan As Sunnah dan apa saja yang diambil dari rahasia-rahasia hikmah serta berbagai makna-makna.bahasa yang ganjil, tidak akan difahami dengan teori-teori ilmu KALAM . Seandainyalah mereka mengembalikan makna-makna yang sulit difahami dari Al Qur’an dan As Sunnah itu kepada ahli ilmu Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya akan dijelaskan kepada mereka jalan untuk memahaminya dan akan terbuka lebar bagi mereka jalan keluar dari segala kesulitan itu. Akan tetapi yang menghalangi mereka untuk (merujuk kepada Salafus Shaleh ahli ilmu Al Qur’an dan As Sunnah) itu adalah karena ambisi kepemimpinan dan senang dengan adanya pengikut dan meyakinkan kepada ikhwan pengikutnya tentang berbagai pendapat mereka. Sedangkan keumuman orang keadaannya bagaikan serombongan burung yang sebagiannya mengikuti sebagian yang lainnya. Sehingga bila muncul diantara mereka orang yang mengaku jadi Nabi, padahal mereka mengerti bahwa Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam itu adalah penutup para Nabi, atau bahkan seandainya ada yang mengaku jadi Tuhan, niscaya akan ada dari kalangan muslimin yang kosong dari aqidah itu, menjadi pengikutnya dan masa pendukungnya.

Dan semestinya,.dengan anggapan mereka bahwa dalam ilmu qiyas ada berbagai perangkat metodologi penelitian yang disepakati, mereka tidak berselisih sebagaimana tidak berselisihnya ahli hitung dan ahli ukur dan para ahli tehnologi. Karena alat-alat ukur mereka hanya satu dan bentuk dari produk alat itu hanya satu, karena yang demikian itu adalah perkara-perkara pelajaran pertama sehingga menjadikan mereka terpaku pada satu pendapat. Demikian semestinya ilmu-ilmu logika, namun kenyataannya mereka para ahli ilmu Kalam itu (yang padal juga adalah bagian dari ilmu logika), adalah gerombolan manusia yang paling banyak bertikai, sehingga tidak pernah ada dua tokoh mereka yang sepakat dalam satupun perkara agama. Tidak ada seorang tokoh ahli ilmu Kalampun, kecuali dia mempunyai madzhab sendiri dalam agama yang dia yakini madzhabnya dengan logikanya sendiri dan.dia mempunyai pengikut untuk madzhabnya itu.

Seandainya perselisihan mereka itu dalam perkara furu’ ,.niscaya terbuka lebar untuk dimaafkan perselisihan itu menurut kami, walaupun perbedaan pendapat itu sama.sekali tidak dimaafkan dikalangan mereka, dan meskipun mereka mengaku sebagai kaum yang suka berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat, sebagaimana perbedaan pendapat para fuqaha’ dan mereka mengaku.sebagai orang-orang yang mencontoh toleransi dalam perbedaan pendapat itu sebagaimana yang terjadi di kalangan para ahli fiqih. Namun perbedaan pendapat di kalangan para ahli ilmu Kalam itu bukan dalam perkara.furu’ (cabang agama), tetapi dalam perkara ushul (perkara pokok agama), seperti dalam perkara Tauhid, dan dalam perkara sifat-sifat Allah Ta’ala, dan dalam perkara QudrahNya, dan dalam perkara keni’matan yang dilimpahkan kepada para penghuni surga, dan dalam perkara adzab yang dialami oleh penghuni neraka, dan dalam perkara adzab yang dirasakan di alam barzakh (yakni alam kubur), dan juga mereka berselisih tentang Al Lauhul Mahfudl, dan dalam perkara-perkara lain yang Nabi tidak mengerti tentangnya kecuali karena turunnya Wahyu dari Allah kepadanya.

Akal Pikiran Sebagai Keyakinan Memahami Agama



Dan tidak akan hilang di kalangan mereka, orang-orang yang akan merujukkan perkara ushul (pokok-pokok agama) ini kepada istihsan.(anggapan baik akal mereka) dan kepada logikanya, serta apa yang menjadi kemestian qiyas menurut masing-masing tokoh, karena para tokoh ilmu Kalam itu berbeda-beda akal mereka dan berbeda pula berbagai kehendak mereka dan pilihan mereka. Maka kalau sudah demikian, sungguh engkau tidak akan melihat dua orang Muslim yang bersepakat dalam satu masalah, dimana setiap orang daripadanya mempunyai pilihan masing-masing, dan yang satu menghinakan pilihan yang lainnya, kecuali bila mereka bertaqlid (membebek kepada seseorang tokoh) barulah mereka bersatu dalam mengikuti tokohnya”.

Al Imam As Suyuthi rahimahullah dalam Shounul Manthiq hal. 182 – 183 menukil pernyataan Al Imam Abul Mudzaffar As Sam’ani rahimahullah sebagai berikut :.”Ketahuilah bahwa yang merbedakan antara kita Ahlus Sunnah dengan Ahli Bid’ah adalah masalah akal. Karena mereka Ahlul Bid’ah itu membangun keyakinan mereka.terhadap agama mereka di atas fondasi akal dan mereka menjadikan Ittiba’ (yakni mengikuti Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa alihi wasallam) dan riwayat-riwayat nya dari para Salafus Shaleh sebagai perkara yang harus tunduk mengikuti tuntunan akal pikiran mereka.

(Lanjut di hal dua)