Jawaban Ilmiah untuk Kaidah Martabakiyah& Mengapa Perayaan Hari Besar Selain Idul Adha dan Idul Fitri Termasuk Bid’ah?

Alhamdulillah

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
1.Umat Islam Mengikuti Yahudi Nasrani Sampai Lubang Biawak= Peringatan Isra’Mi’raj

17.UMAT ISLAM AKAN MENGIKUTI JEJAK YAHUDI DAN NASRANI HINGGA MASUK LUBANG BIAWAK SEKALIPUN-Peringatan Isra’ Mi’raj, naiknya Nabi Muhammad ke langit

2. Kaidah Fiqih: Hukum Asal Ibadah Adalah Terlarang dan Haram Sampai Ada Dalil yang Memerintahkan

Kaidah Fiqih: Hukum Asal Ibadah Adalah Terlarang

3. Hukum asal syarat sah suatu ibadah tidaklah ada kecuali jika ada dalilnya.

https://almanhaj.or.id/4312-kaidah-ke-49-hukum-asal-suatu-ibadah-tidaklah-ada-kecuali-jika-ada-dalilnya.html

4. Agama Bukan dengan Logika Tapi Pakai Dalil

Agama Bukan dengan Logika

Rajab Bulan Suci (Ahmad Zainuddin, Lc)

Cara Mematahkan Argumen Ahli Bid’ah(Muhammad Abduh Tuasikal, MSc)

Mengenal Seluk-beluk Bid’ah (Ahmad Zainuddin, Lc)

Landasan Rapuh Ahli Bid’ah (Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi)

Larangan Mengambil Ilmu dari Ahli Bid’ah (Ali Nur, Lc)

Landasan Pokok Ahlussunnah (Bag-3) – Mengenal Kata Bid’ah (Abu Izzi Masmuin Zubaidi)

Khulafaur Rasyidin Menolak Bid’ah (Muhammad Abduh Tuasikal, MSc)

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As- Sidawi / Bahaya Tasyabbuh dengan Orang Kafir Seri 1

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As- Sidawi / Bahaya Tasyabbuh dengan Orang Kafir Seri 2

Nama eBook: Hari Raya-Hari Raya yang Tidak Disyari’atkan Penulis: Syaikh Wahid ‘Abdus Salam Baali

Catatan Penting:.

Perbedaan Ulama Bukanlah Dalil!

Sebagian kalangan seringkali menjadikan khilaf.(perbedaan ulama) sebagai dalil untuk menetapkan hukum. Menurutnya, musik positif (!) itu boleh karena ada khilaf di kalangan ulama, dan contoh2 lainnya.

Alasan seperti ini sangatlah lemah sekali, karena khilaf bukanlah dalil dan hujjah, hujjah itu adalah dalil Al Qur’an dan hadits shahih serta ijma’.

Al-Khothobi mengatakan: “Ikhtilaf bukanlah hujjah. Menjelaskan sunnah Nabi itulah yang hujjah bagi orang- orang yang berselisih, baik dahulu maupun sekarang”.(A’lamul Hadits 3/2092)

Ibnu Abdil Barr mengatakan:

ﺍﻻﺧﺘﻼﻑُ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺠﺔٍ ﻋﻨﺪ ﺃﺣﺪٍ ﻋﻠﻤﺘﻪُ ﻣﻦ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻷﻣﺔ،ﺇﻻ ﻣﻦ ﻻﺑَﺼَﺮَ ﻟﻪ،ﻭﻻ ﻣﻌﺮﻓﺔَ ﻋﻨﺪﻩ،ﻭﻻ ﺣﺠﺔَ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ

Ikhtilaf itu bukanlah hujjah menurut seorangpun dari ulama umat ini sepanjang ilmu saya kecuali bagi orang yang tidak memiliki ilmu dan ucapannya tidak dianggap”. (Jami Bayanil Ilmi 2/922)

Ibnu Taimiyyah mengatakan:

ﺇﻥَّ ﺗَﻌْﻠِﻴﻞَ ﺍﻟْﺄَﺣْﻜَﺎﻡِ ﺑِﺎﻟْﺨِﻠَﺎﻑِ ﻋِﻠَّﺔٌ ﺑَﺎﻃِﻠَﺔٌ ﻓِﻲ ﻧَﻔْﺲِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ،ﻓَﺈِﻥَّﺍﻟْﺨِﻠَﺎﻑَ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼِّﻔَﺎﺕِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻳُﻌَﻠِّﻖُ ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﻉُ ﺑِﻬَﺎ ﺍﻟْﺄَﺣْﻜَﺎﻡَ ﻓِﻲﻧَﻔْﺲِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ،ﻓَﺈِﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﺻْﻒٌ ﺣَﺎﺩِﺙٌ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِﻭَﺳَﻠَّﻢَ

“Alasan dengan khilaf dalam hukum merupakan alasan yang bathil, karena khilaf bukanlah sifat yang digantungkan oleh syari’at untuk menetapkan suatu hukum, sebab itu adalah hanya terjadi setelah Nabi. Biasanya hanya ditempuh oleh orang yang tidak mengilmui tentang dalil-dalil syari’ guna kehati-hatian”. (Majmu Fatawa 23/282-282)

Az Zarkasy mengatakan:

ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥّ ﻋﻴﻦَ ﺍﻟﺨﻼﻑِ ﻻ ﻳَﻨﺘﺼِﺐُ ﺷُﺒﻬﺔً ﻭ ﻳُـﺮﺍﻋﻰ، ﺑﻞ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟــﻰﺍﻟﻤﺄﺧﺬ ﻭﻗﻮﺗﻪ

Ketahuilah bahwa khilaf tidaklah menghilangkan syubhat dan perlu dijaga, tetapi hendaknya dilihat pada kuatnya dalil. (al Bahrul Muhith 4/550)

Syaikhu Masayikhina Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻞُ ﺑﺎﻟﺨﻼﻑ ﻟﻴﺲ ﺗﻌﻠﻴﻼً ﺻﺤﻴﺤﺎً ﺗﺜﺒﺖُ ﺑﻪ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ

Beralasan dengan khilaf bukanlah alasan yg benar untuk menetapkan hukum2 syar’i. (As Syarhu Mumti 3/76)

Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas bahwa khilaf bukanlah alasan dalam menetapkan hukum, karena ini bertentangan dg syariat yg menganjurkan kita mengikuti Al Quran dan hadits, justru alasan seperti ini adalah termasuk mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu, tidak ada seorang ulama pun yg menyebutkan dalam kitab2 ushul fiqih bahwa khilaf adalah termasuk sumber hukum. Fahamilah…

Abu Ubaidah As Sidawi

Jawaban Ilmiah untuk Kaidah Martabakiyah ?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

➡ Dalam kaidah martabakiyah dikatakan:

Apa hukum telor? HALAL

•Apa hukum tepung? HALAL

•Apa hukum gula? HALAL

•Apa hukum air? HALAL

Nah kumpulan 4 bahan jadilah MARTABAK.

Jika mereka ditanya:

Apa hukum baca Al-Qur’an: Sunnah

● Apa hukum baca sholawat: Sunnah

● Apa hukum membaca siroh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: Sunnah

● Apa hukum mendengar ceramah agama: Sunnah

Lah 4 perkara tersebut ada di dalam MAULID/Isra’Miraj’.

Martabak boleh koq maulid/Isra Mi’raj gak boleh?

? Jawab:

✅ Pertama: Karena agama bukan adonan makanan, agama adalah kumpulan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai dengan Pemahaman Salaf. Selain itu adalah kesesatan.

➡ Rasulullah shallalallahu’alaihi wa sallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

? “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian masih berpegang teguh dengan keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.” [HR. Malik dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 2937]

➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى

? “Dan akan berpecah umatku menjadi 73 kelompok, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu yang mengikuti aku dan para sahabatku.” [HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shohihul Jami: 9474]

Kedua: Kapan dihukumi satu amalan termasuk bid’ah?

Perlu diperhatikan dua keadaan:

1. Barangsiapa mencampurkan dengan ‘adonan’ lain terhadap agama maka dia telah berbuat bid’ah.

2. Barangsiapa membuat ‘cara-cara tertentu’ dalam membuat ‘adonan’ maka dia juga telah berbuat bid’ah, walau dia masih menggunakan ‘adonan’ yang berasal dari agama.

➡ Agar dapat memahami masalah ini, ulama membagi bid’ah itu menjadi dua bentuk:

1) Bid’ah ashilyyah atau haqiqiyyah, yaitu bid’ah yang tidak berdasar dalil sama sekali, tidak dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ dan istidlal yang diakui (mu’tabar) oleh ahli ilmu, tidak secara global maupun terperinci, oleh karenanya dinamakan bid’ah, karena merupakan sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya [Lihat Al-I’tishom, Al-Imam Asy-Syatibi rahimahullah, 1/367]

Contoh bid’ah ashliyyah atau haqiqiyyah adalah lafaz-lafaz dzikir dan shalawat yang sama sekali tidak berdasarkan dalil, seperti shalawat naariyyah, shalawat badar, dan lain-lain.

2) Bid’ah idhafiyyah (yang disandarkan), adalah sesuatu yang memiliki dua sisi, di satu sisi sesuai sunnah karena berdasarkan dalil, di sisi yang lain merupakan bid’ah karena tidak berdasarkan dalil [Lihat Al-I’tishom, Al-Imam Asy-Syatibi rahimahullah, 1/367, 445]

Contohnya adalah, lafaz-lafaz dzikir atau shalawat yang berdasarkan dalil, namun dalam pelaksanaannya terdapat kebid’ahan.

Seperti ucapan tahlil: Laa Ilaaha Illallah, tidak diragukan lagi ini adalah lafaz dzikir yang disyari’atkan, namun jika seseorang menentukan jumlah tertentu yang tidak ditentukan oleh syari’ah, seperti 1000 kali dalam sehari maka penentuan jumlah ini adalah bid’ah karena tidak berdasarkan dalil.

Bid’ah maulid/Isra Mi’raj termasuk jenis bid’ah idhafiyyah walau kenyataannya juga terdapat banyak bid’ah haqiqiyyah dalam perayaan maulid/Isra Mi’raj.

Di mana letak bid’ah maulid/Isra Mi’raj ?

Letaknya adalah pada pengkhususan hari tertentu sebagai hari yang selalu dirayakan berulang-ulang tanpa ada dalil. Untuk memahami lebih detail masalah ini silakan baca: http://sofyanruray.info/mengapa-perayaan-hari-besar-selain-idul-adha-dan-idul-fitri-termasuk-bidah/

Jadi bid’ah maulid/Isra Mi’raj bukan pada baca Al-Qur’an, shalawat, sirah atau ceramah, tapi pada penentuan hari yang selalu dirayakan tanpa dalil.

(Lanjut ke hal…2)