Hukum Go-Pay Menurut Islam 

Alhamdulillah

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

••

1.Hukum Go Food&Riba

2.Hukum Memberi Potongan Harga (Cashback)

3.Akal Akalan Dalam Riba

4.Status Anak Hasil Perzinaan

5.Hukum Operasi Selaput Dara (Hymenoplasti)

6.Hukum Menyemir Rambut

7.Hukum Nikah Siri Dalam Islam

8.Hukum Memukul Rebana

9.Hukum Wanita Karir

10.Hukum Kb Dalam Islam

11.Artikel Fiqih Lainnnya

==

Bingung, Ustadz E Bilang GOPAY_OVO Riba,Ustadz D Bilang Tidak _ Ustadz Muflih Safitra.m4a 3Mb

Hukum Go Pay Dalam Pandangan Islam I Takyif Fiqih-Ust Ammi Nur Baits.m4a

Hukum Go-Pay – Ustadz Dr Firanda Andirja, MA

Hukum Go-pay dan E-Money – Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi.MA

Hukum Go-Pay-Ust Dzulqarnain M. Sunusi

Penuh Dalil__ Larangan Duduk Di Majlis Ahli Bid_ah-Ustadz Mizan Qudsiyah 9Mb

Istigosah kepada Selain Allah – Ust LaluAhmad Yani 9Mb

Syarat Ketika Wanita Ingin Shalat DiMesjid-Ustadz Darul Palihin.11Mb

Dzikir Yang Diberikan 1 Pohon Di Syurga _ Ust. Nizar Saad Bin Jabal 19Mb

Jujur-Ust. Nizar Saad Bin Jabal 17Mb

==

  • Hukum Go-Pay Menurut Islam

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada.Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:

Berikut pembahasan tentang, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,

 

Go-Pay adalah dompet virtual untuk menyimpan Go-Jek Credit seseorang yang bisa digunakan untuk membayar transaksi-transaksi yang berkaitan dengan layanan di dalam aplikasi Go-Jek, seperti  Go-Ride, transport untuk Go-Busway, membeli makanan di Go-Food, membayar produk belanja di Go-Mart, proses pindah barang di Go-Box, dan pengiriman barang dengan Go-Send.

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqh tentang status hukum Go-Pay, apakah haram atau halal. Sebagian mereka menyatakan keharamannya, sedang sebagian yang lain mengatakan kebolehannya.

Pendapat Pertama, menyatakan bahwa melakukan transaksi dengan menggunakan aplikasi Go-Pay hukumnya boleh. Mereka yang membolehkannya berbeda pendapat tentang alasannya;

➡ 1. Sebagian mengatakan bahwa transaksi di dalam Go-Pay menggunakan akad Ijarah atau layanan jasa yang pembayarannya didahulukan.

Apakah dibolehkan melakukan pembayaran terlebih dahulu untuk mendapatkan harga yang lebih murah?

Jawabannya boleh, dengan syarat uang yang dibayarkan tersebut masuk dalam harga jasa yang disediakan. Adapun dalilnya sebagai berikut;

  • ➡ (a). Firman Allah,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Wahai orang-orang beriman, penuhilah (perjanjian yang telah disepakati) dalam akad-akad (kalian).“(Qs. al-Maidah: 1)

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang beriman harus memenuhi akad perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak, termasuk di dalamnya akad jasa. Berkata as-Sa’di di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (1/218):“Termasuk di dalamnya akad yang dilakukan antara sesama manusia dalam akad mu’amalat, seperti jual beli dan jasa.“

Menurut Syekh Abdul Aziz bin Baz dengan dasar ayat di atas, dibolehkan seseorang meminta bayaran terlebih dahulu dalam akad sewa rumah. (Koran al-Muslimun,17/4/1418)

➡ (b). Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ

Orang-orang Islam harus memegang syarat yang mereka sepaki bersama.“(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Baihaqi. Hadits Shahih)

✅ Di dalam Fiqh Sunnah (4/107-108), Syekh Sayid Sabiq berkata: “Dibolehkan mensyaratkan untuk mendahulukan pembayaran upah atau mengakhirkannya, sebagaimana dibolehkan juga mendahulukan sebagian pembayaran dan mengakhirkan sebagian lain sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak.“ Kemudian beliau menyebut hadist di atas.

➡ (c). Di dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah disebutkan,

وما دامت الإجارة عقد معاوضة فيجوز للمؤجّر استيفاء الأجر قبل انتفاع المستأجر

Selama al-Ijarah dianggap sebagai akad timbal balik, maka dibolehkan bagi yang menyewakan meminta upah terlebih dahulu sebelum penyewa memanfaatkan barang sewaan.“ (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 1/253).

➡ (d). Syekh Shaleh al-‘Utsaimin menyatakan kebolehan seseorang yang membeli kartu dengan harga 70, untuk membayar cucian baju seharga 100. Artinya dengan membeli kartu terlebih dahulu, dia mendapatkan diskon 30, tetapi jika pembayarannya dilakukan secara kontan, tanpa membeli kartu terlebih dahulu, maka dia harus membayar cucian dengan harga100, artinya dia tidak mendapatkan diskon. (islamqa.info/ar/8938)

➡ (e). Sebagian ulama menyebutkan hal ini dengan pernyataan :

تخفيض مقابل التعجيل بجزء من الأجرة

Diskon harga sebagai timbal balik dari pembayaran awal dari sebagian uang jasa. “

➡ 2. Sebagian beralasan bahwa akad di dalam Go-Pay mirip dengan akad Salam, dimana pembayarannya diberikan terlebih dahulu, adapun barangnya diterima setelahnya dalam jangka waktu tertentu. Biasanya dalam akad Salam, harganya lebih murah dari transaksi yang bayarannya diberikan ketika barang sudah ada.

➡ 3. Sebagian lain melihat akad di dalam Go-Pay, adalah Akad Wadi’ah (titipan) dengan alasan bahwa uang yang sudah disetor ke Go-Pay bisa diambil lagi. Ini juga mirip kartu ATM, dimana seseorang menabung sejumlah uang kemudian, dia bisa mengambilnya setiap saat di tempat-tempat ATM yang tersebar di pusat-pusat perbelanjaan, maupun di mart-mart yang ada.

Bisa dikatakan juga bahwa customer yang membayar ke pihak Go-Pay, seperti seorang yang membeli kartu E-Money dari sebuah Mart, uangnya tersimpan di dalam kartu tersebut, yang kemudian dia bisa menggunakannya untuk berbagai transaksi, seperti membayar tol, keperluan parkir, naik bus way, kereta api dan lain-lainnya.

Pendapat Kedua, menyatakan bahwa akad di dalam Go-Pay mengandung unsur riba, maka hukumnya haram. Alasannya bahwa akad yang dilakukan di dalam Go-Pay adalah akad utang piutang, sehingga potongan harga (discount) yang didapat oleh customer adalah riba.

Ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً، فَهُوَ رِبًا

Setiap utang yang membawa manfaat (bagi pemberi utang), adalah riba “ (Asalnya adalah hadits dhaif yang mempunyai makna benar)

 Jawabannya, akad dalam Go-Pay bukan akad utang-piutang, dengan alasan sebagai berikut;

➡ (a). Go-Pay dinyatakan sebagai dompet virtual, artinya tempat menyimpan uang dalam bentuk virtual. Pada awalnya uang di dalamnya tidak bisa diambil lagi oleh pemiliknya, karena dianggap sebagai pembayaran awal untuk menggunakan berbagai jasa yang tersedia di dalam aplikasi tersebut, Dalam arti lain, bahwa uang yang dibayarkan ke Go-Pay adalah uang untuk membayar jasa. Seandainya uang tersebut dianggap utang-piutang, tentunya harus dikembalikan kepada pemiliknya lagi. Ini berlaku sampai beberapa saat, walaupun kemudian akhir-akhir ini, sudah ada aplikasi yang bisa menarik tunai uang tersebut dari Go-Pay, atau ditransfer ke tempat lain.

➡ (b). Go-Pay adalah aplikasi layanan untuk mempermudah pembayaran supaya lebih praktis, efisien dan murah. Seorang customer jika ingin membayar lebih murah, bisa langsung menyetor kepada Go-Pay dengan jumlah sesuai yang dibutuhkan.Uang tersebut tidak sempat mengendap di dalamnya, sehingga pihak Go-Pay tidak bisa memanfaatkan uang tersebut.

➡ (c). Customer ketika bertransaksi dengan pihak Go-Pay dan menyetor sejumlah uang kepadanya, bertujuan untuk mendapatkan pelayanan jasa. Berbeda dengan seorang nasabah yang menyetor uang ke Bank, tujuannya adalah menyimpan dan memberikan utang kepada Bank, kemudian mendapatkan bunga darinya.

➡ (d). Tidak satupun dari cutomer yang bertransaksi dengan Go-Pay bertujuan untuk memberikan utang kepadanya, melainkan hanya ingin mendapatkan jasa pelayanan darinya dan berusaha mencari pembayaran yang lebih murah.

➡ Kesimpulannya, dari perbedaan pendapat di atas, maka pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa bahwa penggunaan aplikasi Go-Pay hukumnya halal, karena masuk dalam kategori akad Ijarah yang pembayarannya didahulukan, atau akad Wadi’ah, atau akad Salam, dan dengannya seseorang mendapatkan potongan harga. Ini bukan termasuk riba, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Selain itu, bahwa aplikasi semacam ini  sangat memudahkan dan menguntungkan kedua belah pihak, tanpa ada yang dirugikan. Wallahu A’lam.

Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

=

  • DIBALIK DISKUSI GOPAY

Terlepas dari panasnya diskusi soal GoPay atau GoFood, namun di sisi lain orang yang mengikuti diskusinya karena ikhlas mencari kebenaran, atau sekedar baca-baca atau tonton video para ustadz yang membahasnya, semoga Allah berikan hidayah dan juga tambahan semangat untuk terus istiqamah, karena itu tanda mereka masih ada semangat untuk mengetahui halal-haram dari muamalah mereka.

✅ Ini adalah tanda kebaikan. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda,

مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفقِّهْهُ في الدِّينِ

Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, akan dimudahkan untuk memahami ilmu agama” (HR. Bukhari no. 71, Muslim no. 1037).

Dan justru banyak orang tidak peduli apakah halal atau tidak, yang penting enak, yang penting pas dengan selera, yang penting menguntungkan. Allahul musta’an.

✅ Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يَأْتي علَى النَّاسِ زَمانٌ، لا يُبالِي المَرْءُ ما أخَذَ منه، أمِنَ الحَلالِ أمْ مِنَ الحَرامِ

Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, dimana orang sudah tidak peduli lagi yang ia ambil itu apakah halal ataukah haram” (HR. Bukhari no. 2059).

✅ Ibnu Bathal rahimahullah menjelaskan:

هذا يكون لضعف الدين وعموم الفتن وقد قال بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا

Ini terjadi karena lemahnya agama orang-orang dan meluasnya fitnah (kerusakan agama) dan Nabi telah bersabda: awalnya Islam itu asing dan akan kembali asing seperti awalnya” (Umdatul Qari, 17/260).

Oleh: Yulian Purnama

=

  • Mujtahid dalam Masalah Fiqih

Seorang mujtahid baik mutlaq atau mujazza atau seorang mufti atau ustadz baik sepuh maupun kelas cere bisa benar atau salah dalam masalah fiqh ijtihadiy itu sangat mungkin terjadi terlebih lagi jika masalah tersebut tidak ada nash tegas atau gabungan beberapa akad yang masih samar atau bahkan dari zaman dahulu sudah diperselisihkan oleh para ulama….

Dan hal yang biasa menisbatkan salah dan benar dalam ijtihad fiqh, yang mengatakan bahwa mujtahid atau mufti atau ustadz tidak bisa salah dalam masalah fiqh maka bertentangan dg hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yg bersabda bahwa mujtahid bisa salah :

إذا اجتهد الحاكم… فأخطأ فله أجر

Jika hakim berijtihad… lalu SALAH maka mendapatkan 1 pahala”… Berarti menganggap mujtahid/mufti/ustadz tersebut lebih hebat daripada Ibnu Abbas رضي الله عنه yg pernah salah ijtihad bhw riba hanya nasi’ah dan menghalalkan mut’ah, menganggap mujtahid/mufti/ustadz tersebut lebih hebat daripada Abu Musa Al-Asy’ari pernah salah ijtihad dalam faraidh tidak menghukumi dg takmilah tsulutsain ketika ada saudari dengan keponakannya, menganggap mujtahid/mufti/ustadz tersebut lebih hebat daripada Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه yg pernah salah ijtihad menghukum mati dengan membakar, menganggap mujtahid/mufti/ustadz tersebut lebih hebat daripada Amr bin Al-‘Ash yg salah ijtihad mengatakan bahwa air laut tidak boleh digunakan untuk wudlu…kecuali kalau mau pakai mazhab Mu’ tazilah setiap mujtahid mushib = benar.

Jika ada orang meminta fatwa kepada Ustadz A lalu dijawab : Halal, di tempat yang lain Ustadz B berpendapat masalah tersebut : Haram, itu hal yang biasa dalam fiqh, tidak terhitung berapa masalah fiqh yang terdapat 2 fatwa yang kontradiksi seperti ini namun yang sangat disayangkan adalah orang yang minta fatwa atau muqallid tersebut adalah orang yang ‘berisik’ seperti suporter sepak bola dan cheerleader basket sehingga menimbulkan keributan padahal kalau tiap muqallid atau orang minta fatwa tersebut mengambil fatwa dari Ustadz A atau Ustadz B atau Ustadz mana saja kemudian meneng, sekut, ga banyak cingcong maka dunia ta’lim dan fiqh akan aman sentosa namun beberapa berlagak mau adu hujjah tapi ga ada hujjah yang keluar, orang apa saja yang termasuk hujjah dalam Ushul Fiqh belum khatam…

Padahal aslinya mudah, ia taqlid kepada Ustadz A dan tidak condong kepada pendapat Ustadz B ya sudah pokoknya ana mengamalkan pendapat ini untuk diri sendiri bukan malah berfatwa bahkan memaksa orang lain untuk ikut pendapat tersebut bahkan ada yang ngajarin Ustadz lain karena menurutnya Ustadz itu masih kelas cere… Just For Your Information, seorang ustadz yang belajar di fakultas Syari’ah mana saja setidaknya ia telah belajar tafsir ayat-ayat ahkam, hadits-hadits ahkam, fiqh 1 mazhab atau bahkan perbandingan mazhab, Ushul Fiqh, Nahwu, Balaghah dan ilmu-ilmu Bahasa Arab lainnya yang dengannya bisa memahami teks langsung Qur’an dan Sunnah dari bahasa aslinya dll.

Bahkan ada yang sengaja bertanya kepada Ustadz A yang ia percayai lalu ia tanya lagi kepada Ustadz B tujuannya bukan untuk menambah ilmu tapi untuk cari ribut atau = rasain nih Ustadz B gue punya fatwa dari Ustadz yang lebih senior dari lu atau niat-niat yang itu tidak akan masuk ke dalam timbangan kebaikan lalu ia blow up maka apakah ini? Bukankah ini kompor mleduk?! Bukankah ini :

نقل الكلام من واحد إلى آخر لأجل الإفساد بينهم

Menukil perkataan dari orang satu kepada orang lain dalam rangka merusak hubungan mereka” yang ini adalah definisi namimah yang pelakunya terancam azab kubur.

Semoga Allah lindungi kita dari akhlak namimah, kompor mleduk, banyak cingcong, ora iso meneng, doyan ribut dan akhlak tercela lainnya.

Oleh: Ust. Variant Ghani Hirma

 = [[[ Lanjut Ke Halaman Dua ]]]