Makna Sunnah & Buah INDAH Mengikuti SUNNAH 

Alhamdulillah

Indahnya Hidup dengan Sunnah (Abdul Hakim bin Amir Abdat) 

Keutamaan Memegang Teguh Sunnah (Mizan Qudsiyah, Lc)

Bersabarlah Wahai Ahlussunnah (Mizan Qudsiyah, Lc) 

Makna Sunnah (Ustadz Mizan Qudsiyah)

Alangkah Indahnya Hidup ini Jika Diiringi Sunnah (DR. Syafiq Reza Basalamah, MA)

Memperbaiki Diri Dengan Sunnah Nabi (Abdullah Taslim, MA)

Kiat Mengamalkan Sunnah Rasulullah (Mizan Qudsiyah, Lc)

Kaidah-Kaidah Mengamalkan Sunnah (Mizan Qudsiyah, Lc) 

Buah INDAH Mengikuti SUNNAH adalah Diterima Amalan,Selamat Dari Perselisihan, Mendapat Hidayah,Mendapat Agama Secara Utuh, Mengangkat Kerendahan dan Kehinaan Umat, Kesempurnaan Akhlak, Penyelamat Fitnah & Adzab, Bahagia di Dunia & Akhirat

[Abdul Malik Al-Qasim] Ebook Sehari di Kediaman Rasulullah download pdf

Penulis buku ini seolah mengajak kita menelusuri kembali kurun waktu yang telah berlalu, membuka kembali lembaran-lembaran masa silam, Membaca dan memperhatikan dengan seksama kisah-kisah keseharian dan rumah tangga Nabi Muhammad Kita akan mengadakan kunjungan istimewa, mengunjungi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam di rumah beliau melalui untaian kata dan kalimat. Singgah di rumah beliau barang sehari saja. Melihat-.lihat keadaan rumah beliau serta beberapa kisah.keshariannya. Dari kunjungan tersebut kita bisa mengambil pelajaran dan ibrah yang akan menjadi pelita dalam amal perbuatan kita.

Dalam ebook tersebut, dijelaskan tentang kehidupansehari-hari dan rumah tangga Rasulullah yangmeliput:Sifat-sifat Rasulullah ,Rasulullah dan syariat poligami,Tutur kata rasulullah,Kediaman Rasulullah,Karib dan Kerabat Rasulullah,Aktifitas Rasulullah di dalam rumah,Akhlak dan budi pekerti Rasulullah,Anak-anak Rasulullah,Keharmonisan rumah tangga rasulullah,Canda Rasulullah,Tidur Rasulullah,Sholat Malam Rasulullah,Ketika fajar menyingsing,Sholat sunnah Rasulullah dalam rumah,Tangis Rasulullah,Tawadhu Rasulullah ,Pelayan Rasulullah,Tamu Rasulullah,Makanan Rasulullah,Dzikir Rasulullah,Rasulullah dan para tetangga,Doa-doa Rasulullah,Dan lain lain

Nama eBook: Sunnah Rasulullah Sehari-hari Penulis: Syaikh Abdullah Hamud al-Furaih pdf download

Buya Muhammad Elvi Syam, Lc. MA – Buah Mengikuti Sunnah

***

Buah INDAH Mengikuti SUNNAH  MAKNA SUNNAH

Syariat yang sempurna ini merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan makna yang umum, karena sunnah memiliki empat keumuman makna, yaitu :

PertamaSegala apa yang ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah adalah sunnah beliau  Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Sunnah di sini berarti jalan/metoda yang nabi  Shallallahu ‘alaihi wa Salam berada di atasnya. Diantara yang bermakna seperti  ini adalah sabda beliau  Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

Barangsiapa yang benci dengan sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (5063) dan Muslim (1401).

KeduaSunnah yang bermakna hadits apabila digandengkan dengan al- Kitab. Seperti sabda Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Wahai manusia, sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian yang apabila sekiranya kalian berpegang dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat untuk selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ

Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian  dua hal yang kalian tidak akan tersesat setelahnya: Kitabullah dan Sunnahku.”  Keduanya diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustadrak-nya (1/93).

Juga termasuk sunnah yang bermakna ini adalah perkataan sebagian ulama ketika menyebutkan beberapa masalah  : “Ini adalah masalah yang telah ditunjukkan oleh al- Kitab, as-Sunnah dan al-Ijma’”.

Ketiga : Sunnah yang bermakna lawan dari bid’ah. Diantaranya adalah sabda Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam hadits al-‘Irbadh bin Sariyah :

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ، وَ إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ

Maka sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafa` al-Mahdiyyin arRasyidin(para khalifah yang terbimbing dan lurus), genggamlah sunnah tersebut dengan erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan (di dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan (didalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu pasti sesat.” Diriwayatkan oleh at-Turmudzi (2676) dan Ibnu Majah(43-44). At-Turmudzi mengatakan : “hadits hasan shahih”.

Diantaranya pula adalah penamaan para ulama ahli hadits terdahulu kitab-kitab mereka di dalam masalah aqidah dengan nama “as-Sunnah”, seperti “as-Sunnah” karya Muhammad bin Nashr al-Marwazi (al-Marruzi), “as-Sunnah” karya Abi ‘Ashim, “as-Sunnah” karya al-Lalika`i dan selain mereka. Juga di dalam  Sunan Abu Dawud terdapat  Kitabus Sunnah yang isinya tentang hadits-hadits berkenaan dengan masalah aqidah yang banyak.

Keempat :  As-Sunnah yang bermakna  mandub (dianjurkan) dan  mustahab (disukai), yaitu perintah yang datang dengan cara  istihbab (penganjuran) bukan dengan cara  ijab (pewajiban), dan penggunaan seperti ini banyak digunakan ahli fikih. Diantara contohnya adalah sabda Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ

Sekiranya tidak memberatkan bagi umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak sholat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (887) dan Muslim (252).

Sesungguhnya perintah untuk bersiwak jatuh kepada hukum dianjurkan saja (istihbab) dan hukum wajib dalam perintah ini ditinggalkan dengan sebab kekhawatiran akan memberatkan.[]

Disalin dari “Al-Hatstsu ‘Alaa Ittibaa’is Sunnah wat Tahdziiru minal Bida’i wa Bayaanu Khatharihaa”, edisi terjemah “Ikuti Sunnah Jauhi Bid’ah” karya Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al-’Abbaad Al-Badr, penerjemah Abu Salma al-Atsari, Bab Keumuman Lafazh Sunnah hal. 49-52.

____

Buah INDAH Mengikuti SUNNAH 

Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah, Lc   حفظه الله

Disalin dari Majalah Al-Furqon, No. 127 Ed.1 Th. ke-12_1433_2012 

MUQODDIMAH

Ittiba’ (mengikuti) sunnah Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ merupakan perkara yang besar dan agung yang membutuhkan bukti dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memerintahkan setiap muslim agar me-ngambil apa yang diperintahkan Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ d dan meninggalkan apa yang beliau larang darinya. Demikian juga Allah menyatakan bahwa barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Allah.

Begitu banyak nash-nash yang menunjukkan bagaimana semestinya sikap seorang muslim menempatkan sunnah Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ yaitu wajib mengambilnya dan menjadikan sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ

Ketahuilah! Siapa saja dari umat Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ yang berupaya untuk senantiasa mengikuti dan menaati beliau dengan ikhlas serta menjadikan-nya sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari, maka sungguh ia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ dan Rasul-Nya .

Insya Allah, di dalam bahasan kali ini akan kami sebutkan sebagian keutamaan-keutamaan ittiba’ kepada sunnah dengan banyak mengambil faedah dari kitab Fadhlu Ittiba’is Sunnah yang ditulis oleh Syaikh Dr. Muhammad bin Umar Bazmul.

Pertama: ITTIBA’ KEPADA SUNNAH MERUPAKAN SEBAB DITERIMANYA SETIAP AMALAN

 

Telah kita ketahui bersama bahwa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan dalam melandasi suatu amal agar diterima oleh Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ adalah keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ . Sebaliknya, apabila salah satu dari keduanya hilang maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ dan hendaknya kita khawatir kalau-kalau suatu amal shalih yang kita kerjakan akan ditolak atau tidak diterima oleh Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ

Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ Bersabda:

Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak berdasarkan urusan dari kami maka dia adalah tertolak.” (Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya: 3243)

Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keutamaan terbesar dalam ittiba’us sunnah (mengikuti sunnah Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ d adalah diterimanya suatu amalan.

Imam Ibnu Qudamah, berkata, “Dalam mengikuti sunnah Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ d terdapat keberkahan dalam mengikuti syari’at, meraih keridhaan Allah ﻋﺰّﻭﺟﻞّ , meninggikan derajat, menenteramkan hati, menenangkan badan, menjadikan setan marah, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dinukil dari Dharuratul Ihtimam hlm. 43)

Kedua: KESELAMATAN DARI PERSELISIHAN

Ketika kaum muslimin ittiba’ kepada sunnah maka berarti mereka telah mengambil jalan keselamatan dari perselisihan yang tercela. Perselisihan yang tercela adalah yang seorang tidak akan selamat darinya kecuali dengan menaati Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan-mu. Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. al-Anfal [8]: 46)

Di dalam ittiba’ kepada sunnah terdapat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan itu adalah jalan keselamatan dari perselisihan yang tercela. Diriwayatkan dari al-Irbadh bin Sariyah رضي الله عنه  bahwa ia berkata:

فَسَلَّمْنَا وَقُلْنَا أَتَيْنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقْتَبِسِينَ فَقَالَ الْعِرْبَاضُ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً، وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأوْصِنَا، قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Pada suatu hari, Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami, lain memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mala berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah! Seolah-olah ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiat-kan kepada kami?’ Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.”1

Maka buah pertama dari ittiba’ sunnah adalah selamat dari perselisihan yang tercela. Imam Abu Hatim Ibnu Hibban رحمه الله berkata:

فِي قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي عِنْدَ ذِكْرِهِ الإِخْتِلاَفَ الَّذِي يَكُوْنُ فِي أُمَّتِهِ بَيَانٌ وَاضِحٌ أَنْ مَنْ وَاظَبَ عَلَى السُّنَنِ قَالَ بِهَا وَلَمْ يَعْرُجْ عَلَى غَيْرِهَا مِنَ الآرَاءِ مِنَ الْفِرَقِ النَّاجِيَةِ فِي الْقِيَامَةِ جَعَلَنَا اللهُ مِنْهُمْ بِمَنَّهِ

Di dalam sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم ‘wajib atas kalian  berpegang teguh  dengan  sunnahku’ ketika beliau menyebutkan perselisihan yang terjadi umatnya: terdapat penjelasan yang gamblang bahwa siapa yang selalu membiasakan diri dengan sunnah-sunnah, berkata dengannya dan tidak mengikuti selain sunnah dari pendapat-pendapat maka dia termasuk kelompok-kelompok yang selamat pada hari Kiamat—semoga Allah menjadikan kita termasuk mereka dengan karunia-Nya — .” (Shahih Ibnu Hibban 1/179)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata, “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para sahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu, siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan sunnahnya, serta jejak para sahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan barangsiapa yang menyimpang jauh dari itu (sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan jejak para sahabat), maka ia akan semakin jauh dari rahmat Allah dan semakin terjerumus ke dalam fitnah.” (Minhajus Sunnah 6/368)

1.     Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya 7/126-127, Abu Dawud no. 4607 dan ini lafazhnya, at-Tirmidzi no. 2676, dan Ibnu Majah no. 42, dan berkata at-Tirmidzi, “Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini dishahihkan juga oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 937 dan 2735 dan dalam Irwa’ul Ghalil 8/107-109 no. 2455

Ketiga: MENDAPAT HIDAYAH DAN SELAMAT DARI KESESATAN

Ketika seorang muslim ittiba’ kepada sunnah maka dia telah berusaha mendapatkan hidayah dan menyelamatkan diri dari kesesatan. dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم, bersabda:

إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

Sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah dan sunnahku, dan tidak akan berpisah keduanya hingga keduanya mengantarku ke telaga.”1

Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda ketika berkhotbah di waktu haji Wada’:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

Wahai manusia, sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kalian apa yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”2

Dari Amr bin Auf رضي الله عنه dia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللَّهِ  وَسُنَّةُ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh dengan keduanya maka kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”3

Hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa ittiba’ kepada sunnah adalah penyelamat dari kesesatan dan sekaligus di dalamnya terdapat berita gembira yang agung bahwa Kitabullah dan sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم akan memberikan hidayah menuju telaga Nabi صلى الله عليه وسلم pada hari Kiamat. Imam Malik رحمه الله berkata:

السُّـنَّةُ سَفِيْنَةُ نُوْحٍ، مَنْ رَكِبَهَا نَـجَا، وَمَنْ تَـخَلَّفَ عَنْهَا هَلَكَ

As-Sunnah adalah bahtera Nuh, siapa saja yang menaikinya maka dia selamat dan siapa saja yang tertinggal maka dia binasa.” (Diriwayatkan oleh al-Harawi di dalam Dzammul Kalam 4/124 dan al-Khathib di dalam Tarikh Baghdad 7/336)

1.     Diriwayatkan oleh Daruquthni di dalam Sunan-nya 5/440 dan al-Hakim di dalam Mustadrak-nya 1/172 dan dishahih-kan oleh Syaikh Albani di dalam Shahih al-Jami’: 2937.

2.     Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustadrak-nya 1/171 dan Baihaqi di dalam Sunan Kubra 10/114 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Takhrij Fiqih Sirah hlm. 456.

3.     Diriwayatkan oleh Malik dalam Muwaththa’ 5/1323 dan dihasankan oleh Syaikh Albani di dalam Takhrij Misykat 1/40

(lanjut ke hal..2)