*Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid’ah(2) Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Ibadah*

*Oleh: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin رحمه الله*
Alhamdulillah…

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

Beberapa Artikel

1. Islam Adalah Agama Yang Sempurna

2. Islam Telah Sempurna

3. Agama Islam Telah Sempurna

4. Islam Telah Sempurna Bahaya Bid’ah

5.Dua Syarat Diterimanya Ibadah

6. Syarat Ibadah Diterima

7. Syarat Diterima Ibadah

8.Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Ibadah

9.Dakwah Sunnah Pasti Menang

10. Makna Sunnah dan Buah indah Mengikutinya

11. Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid’ah(1) ( Allah dan Rasulullah Telah menjelaskan Seluruh Ajaran Islam & senjata ampuh dari Rasulullah ﺻﻠﻲ ﺍﻟﻠﻪﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ , yaitu “Setiap bid’ah itu kesesatan)

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat / Kesempuraan Islam 1

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat / Kesempuraan Islam 2

Ust. Abdul Hakim Amir Abdat / Kesempuraan Islam 3

Ust. Abu Hammam-Islam Telah Sempurna

Ust. Mubarok Bamualim-Islam Telah Sempurna

Ust. Firanda Andirja- Kesempurnaan Islam

Syaikh Fahd Bin Abdurrahman Asy-Syuwayyib / Kesempurnaan Islam (Kajian di Lombok)

Ust. Mubarak Bamualim / CERAMAH SINGKAT /Pada Hari ini Telah Kusempurnakan untuk KamuAgamamu

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi · Landasan Rapuh Ahli Bidah 34 Mb

Ustadz Ahmad Zainuddin · Syarat Diterimanya Amal Ibadah 15Mb

Kesempurnaan Syariat Islamiyah dari Sisi Akhlak – Ustadz Abdul Fattah

Laksanakanlah Islam Secara Sempurna – Ustadz Qomar Suaidi 4Mb 20Mnit

http://bit.ly/2jL8dWC

Gue Muslim 2.0″ Oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri Lc 22Mb 1 Jam 40 Menit

Islam Diasingkan” Oleh Ustadz AhmadZainuddin Lc 16Mb 1 Jam 10 Menit

___

Penulis seorang ulama yang tidak asing lagi, lewat buku-buku yang beliau tulis, dan fatwa-fatwa yang beliau sampaikan. Beliau adalah guru besar pada fakultas syari’ah Universitas Imam Muhammad bin Saud, di Qashim, Saudi Arabia.

Buku ini Mengandung semangat dan pesan yang menjelaskan tentang kesempurnaan Islam sebagai agama yang diridloi Allah dan dibawa oleh Nabi terakhir Muhammad صلي الله عليه وسلم. Dengan lugas dan tegas penulis menjawab beberapa hal yang dijadikan dalil oleh orang-orang ahli bid’ah untuk mempertahankan bid’ah yang mereka lakukan, serta menerangkan secara ringkas dampak dan bahaya bid’ah.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menggugah kesadaran kita dan generasi muda, akan bahaya yang ditimbulkan oleh bid’ah bagi pelakunya maupun bagi agama dan umat Islam, serta dapat meningkatkan keimanan kita melalui pengamalan Islam secara murni dan konsekwen, dengan mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم.

____

 ➡*4. Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya*

Mungkin ada diantara pembaca yang bertanya: Bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khattab رضي الله عنه setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar ia mendapatkan para jama’ah sedang berkumpul dengan imam mereka, kemudian ia berkata: “Inilah sebaik-baik bid’ah … dst”.

Jawabannya :

 ➡Pertama: Bahwa tak seorangpun diantara kita yang boleh menentang sabda Nabi صلي الله عليه وسلم, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau dengan perkataan siapa saja selain mereka.

Allah سبحانه و تعالي berfirman :

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih. ” (QS. An-Nur: 63).

Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Tahukah kamu, apakah yang dimaksud dengan fitnah? fitnah yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi صلي الله عليه وسلم akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan jadi binasa.”

Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata : “Hampir saja kalian dilempar batu dari atas langit, kukatakan: “Rasulullah bersabda, tapi kalian  mengatakan Abu  Bakar  dan   Umar berkata. “

 ➡Kedua: Kita yakin kalau Umar رضي الله عنه termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah سبحانه و تعالي dan sabda Rasul-Nya. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan Allah سبحانه و تعالي, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar (maskawin) dengan firman Allah سبحانه و تعالي, yang artinya: “Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak …” bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasan mahar.

Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang kesahihannya, tetapi maksudnya dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak melanggarnya.

Oleh karena itu,.tidak pantas bila Umar menentang sabda Nabi صلي الله عليه وسلم, dan berkata tentang suatu bid’ah: “Inilah sebaik baik bid’ah”, padahal bid’ah tersebut termasuk dalam katagori sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم: “Setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Akan tetapi bid’ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bid’ah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah tersebut, maksudnya adalah mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan shalat sunnat pada malam bulan Ramadhan dengan satu imam, dimana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri.

Sedangkan shalat sunnat itu sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم, sebagaimana yang dinyatakan oleh sayyidina Aisyah رضي الله عنها bahwa: “Nabi صلي الله عليه وسلم pernah melakukan qiyamullail (bersama para sahabat) tiga malam  berturut-turut,  kemudian beliau menghentikannya pada malam keempat dan bersabda :

إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا

Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu, sedangkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannya. ” (HR. Bukhori dan Muslim ).

Jadi qiyamullail (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan berjamaah termasuk sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم.

Namun disebut bid’ah oleh Umar رضي الله عنه dengan pertimbangan bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم setelah menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang yang melakukannya sendiri-sendiri. Ada yang melakukannya dengan berjamaah dengan beberapa orang saja, dan ada pula yang berjamaah dengan orang banyak, akhirnya Amirul Mu’minin Umar رضي الله عنه dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Umar ini disebut bid’ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang  sebelum  itu.  tetapi  sebenarnya bukanlah bid’ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم.

Dengan penjelasan ini, tidak ada alasan apapun bagi ahli bid’ah untuk menyatakan perbuatan bid’ah mereka sebagai bid’ah hasanah.

 ➡Mungkin juga diantara pembaca ada yang bertanya: Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi صلي الله عليه وسلم, tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam, seperti: adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya, hal-hal baru seperti ini dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dianggap sebagai amal kebaikan, lalu bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum muslimin, dipadukan dengan sabda Nabi صلي الله عليه وسلم “Setiap bid’ah adalah kesesatan ?”

Jawabnya: Kita katakan bahwa hal hal seperti ini sebenarnya bukan bid’ah, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah: “Sarana dihukumi menurut tujuannya. “ Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan; sarana untuk perbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya juga tidak diperintahkan; sedang sarana untuk perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan jika dijadikan sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat. Firman Allah سبحانه و تعالي:

وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. ” (QS. Al-An ‘am: 108).

(Lanjut ke halaman 2)