Selamatan Kematian (Tahlilan) ” Dalam Pandangan Islam 

Alhamdulillah

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

••

Apakah Tahlilan Bid’ah_ – Ustadz Zainal Abidin Syamsyudin 3Mb

Hukum Menghadiri Selamatan Kematian – Ustadz Mizan Qudsiah, Lc 2Mb

Hukum Tahlilan – Ustadz Abdul Hakim Amir Abdat 7Mb 4Mnit

Bid’ah Bid’ah Pada Penyelenggaraan Jenazah – Ustadz Mizan Qudsiyah 9Mb 40Mnit

Kupas Tuntas Tahlilan-Zainal Abidin, Lc

Tahlil an Menurut 4 Mazhab-Armen HalimNaro

Adakah Yasinan-Ust Armen HalimNaro

Menghadiri Acara Bid’ah Seperti Tahlilan atau Yasinan, Meskipun Diam Dengan NiatMenghargai Undangan?-Ust Qomar Suaidi

===

Kemuliaan Lailatul Qodr,Waktunya,Tanda-Tandanya,Amalan 10 Hari Akhir Ramadhan-Ust.Sofyan Chalid Ruray.mp3
https://app.box.com/s/hkyu67ofunjukwwrcrdmys82bqch2tm0
Membenci Syariat Yang Rasulullah Bawa-Ust.Thantawi Abu Muhammad.mp3
https://app.box.com/s/hw4177ohveswx7kadlck80er54knb9k5
Nabi Palsu Di Masa Hidpnya Rasulullah-Ust Syauqi Al Yamani.mp3
https://app.box.com/s/2mf5m69s6ggzgpbtubzue9ysak2qv7ks
Serial Ramadhan (Kesalahan-Kesalahan Orang Yang Berpuasa)-Ust.Ahmad Firdaus.mp3
https://app.box.com/s/osywekx0hpr3w43ginzfsixomukwu0k3
Serial Ramadhan (Keutamaan Umroh Di Bulan Ramadhan)-Ust.Ahmad Firdaus.webm
https://app.box.com/s/24qa57aqcqa2n4hkmn71s8nccjlx0sjd
==
Adat Yang Menjadi Sumber Hukum-Ust.Harits Abu Naufal.webm
https://app.box.com/s/fxj74nbti6tl8y9orbxo6jo094l2pl6s
SerialRamadhan-Wajib Mengamalkan Al-Qur’an-Ust.Ahmad Firdaus.webm
https://app.box.com/s/arzdoodpixteivvyi1c49ynuek1cp2eh
Taqwa Dalam Puasa-Ust Zaid Susanto.webm
https://app.box.com/s/zl6p8zf6k1mfpk7o2d7wmq7gmgss1b3n
Tawassul Antara Yang Disyariatan dan Tidak Diperbolehkan-Ustadz Abu Hanifah Ibnu Yasin-mc.m4a
https://app.box.com/s/jeqx2usr13t46ffjdltgddsu9dh3sy9z
Pemberontak dan Pendukung Kezaliman Penguasa Akan Terusir Dari Telaga Nabi-Ust.Sofyan Chalid Ruray.webm
https://app.box.com/s/ynkwan4wes7a9ji3o4ajyt1n95el3yvo
Puasa Tapi Maksiat Jalan Terus-Ust.Aris Munandar.webm
https://app.box.com/s/2g14utsxynjbmwi55fmtpkj6k2v18vy2
Serial Ramadhan-Keutamaan Memberi Makanan Berbuka-Ustadz Ahmad Firdaus.webm https://app.box.com/s/bg2p5yzxhoyw9ue6ho7gq3ngbrb5aask
***
Sunnah-Sunnah Yang Sering Terlupakan Dibulan Ramadhan-Ust.Dr.Firanda Andirja.mp3
https://app.box.com/s/mdw00eqfvru479e0jvhgm4zvv6co3inm
Tanya Jawab Ramadhan-Ust.SyamsuRizal.mp3
https://app.box.com/s/bae59ln23j13q8jimwe8xqn57wx0eoz5
Yang Disangka Dilarang Di Bulan Ramadhan-Ust.Dr.Firanda Andirja.mp3
https://app.box.com/s/ikcfc5bf1qe7raxm5tcczp7p4pcg8ua4
Hijrah Bukan Sekedar Trend-Ust Mufy Hanif Tholib.webm
https://app.box.com/s/mmfhb6djmpv9ckodmxcduftcp431cf6i
Apa itu Sufi dan Tasawuf part 2-Ustadz Harist Abu Naufal.webm
https://app.box.com/s/nedxougpzup271vxa2jskftdr4kyto58
Dosa Sekecil Apapun Akan Memasukannmu Ke Neraka-Ust.Harits Abu Naufal.mp3
https://app.box.com/s/eibkphvc75f0tod18aeyaolbzp1awnyz
Jangan Gara Gara Paslonnya Tidak Terpilih_ Memberontak Kudeta Demo Ust Abdullah Husni.mp3
https://app.box.com/s/nxwd4kwaatum1drny7psgnzmxjgvfaxb
 

((Webm diputar dengan mx Player di android))
***
Ebook

Tahlilan Ajaran Agama Hindu

Meninjau Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan Selamatan Dalam Islam

Tahlilan Dalam Timbangan Islam

Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam

Tahlilan (Kenduri Arwah-Selamatan Kematian) Menurut Madzhab Imam Asy Syafi’i)57Hlm

Tata Cara Mengurus Jenazah-Abdullah Bin Jarullah 72Hlm

70 Pertanyaan Seputar Jenazah-Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin 73 Hlm

Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah-Syarh Kitab al- Janaiz min Bulughul Maram-Abu Utsman Kharisman 170Hlm

Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah-M Nashruddin Al Albani 

***

  • ➡ “Selamatan Kematian (Tahlilan) ” dalam pandangan Islam

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada.Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:

Berikut pembahasan tentang, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,

kunjungi blog di https://bit.ly/2L0zNlR

Ebook Islam https://bit.ly/2vjhBt1

Mp3 Kajian: https://bit.ly/2Vg2wqJ

Ebook Islam 2: https://bit.ly/2UBykBM

mp3 kajian sunnah 2: https://bit.ly/2DDAn2x

Gabung Grup Kajian Sunnah dan Bimbingan Islam: https://bit.ly/2IAuxmR

****

  • ➡ SEBAB-SEBAB TIDAK DILAKSANAKANNYA TAHLILAN SETELAH WAFAT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM DAN JUGA PARA SAHABATNYA

(Tahlilan pada hari pertama, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 dengan berkumpul di rumah sang mayit)

➡ 1. Karena risalah Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah sempurna, dengan menjelaskan semua perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala, terlebih yang bersifat ibadah/ritual, sehingga tidak perlu ditambah dengan syariat baru lagi. Tidak ada perintah dari beliau untuk melaksanakan tahlilan setelah wafatnya ataupun setelah kematian siapapun dari kaum muslimin.

✅ Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Artinya: “Pada hari ini (haji perpisahan) telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama kalian” (QS. Almaidah: 3)

➡ 2. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan kaum muslimin untuk mengikuti Sunnahnya dan juga Sunnah Khulafaurrasyidin setelah wafatnya. Tidak ada Sunnah (teladan) dari mereka semua untuk melaksanakan tahlilan setelah wafat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

✅ beliau bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِي اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Artinya: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barang siapa diantara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegangteguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah perkara (agama) yang diada-adalkan (bid’ah), karena setiap perkara agama yang diada-adakan adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi 1676)

➡ 3. Karena melaksanakan ibadah yang tidak disyariatkan oleh Allah tidak akan mendatangkan pahala (tertolak), meskipun tampak baik.

✅ Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Artinya: “Barang siapa membuat suatu perkara baru (dalam agama) yang bukan berasal darinya, maka (amalan itu) tertolak”. (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718)

➡ 4. Karena jika ada salah seorang muslim yang wafat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabatnya untuk membuatkan makanan bagi keluarga yang ditinggal wafat, bukan malah sebaliknya, yaitu duduk-duduk dan makan di rumah ahli mayit serta menambah kesibukan mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اصنعوا لآل جعفر طعاما، فقد أتاهم ما يشغلهم

Artinya: “Masakkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkan” (HR Tirmidzi 998, Abu Dawud 3132, Ibnu Majah 1610).

Maka para sahabat membuatkan dan mengirimkan masakan bagi keluarga Ja’far yang ditinggal wafat oleh anggota keluarganya.

➡ 5. Karena sebaik-baik ucapan ialah firman Allah, sebaik-baik petunjuk ialah sunnah Rasulullah, sebaik-baik teladan yang patut dicontoh ialah Rasululllah, termasuk adat dan kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tidak ada petunjuk, teladan atau kebiasaan (adat) yang beliau jalankan dengan melaksanakan tahlilan setelah kematian seorangpun dari kaum muslimin.

✅ Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

➡ 6. Karena diantara sifat-sifat orang beriman ialah selalu mendoakan kaum muslimin yang telah meninggal, tanpa mengkhususkan dan menghitung hari wafatnya.

✅ Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr: 10)

➡ 7. Karena cara membuktikan cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan juga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ialah dengan ittiba’ atau mengikuti perintah dan menjauhi larangannya, bukan membuat syariat baru yang belum diajarkan dalam agama Islam yang murni.

✅ Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Katakanlah: “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Ali Imran: 31)

➡ 8. Karena standar kebenaran atau kesesatan dalam Islam ialah Al Quran dan Sunnah Rasulullah, bukan ajaran kakek-nenek atau nenek moyang yang telah lama menjadi adat istiadat. Kafir Quraisy selalu berargumen akan kebenaran kesyirikan mereka dengan alasan menjaga tradisi nenek moyang dan menolak ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

✅ Allah Ta’ala berfirman:

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Artinya: “Mereka berkata: “Apakah kamu (Muhammad) datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu (memang) termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al A’raf: 70)

➡ 9. Masyarakat Arab pada masa jahiliyah memiliki tradisi jika ada orang yang meninggal maka para wanita meratapi mayat sembari berthawaf mengelilingi ka’bah. Warga Arab pada masa jahiliyah memiliki adat jika suami wafat, maka anak laki-laki yang paling berhak memiliki istri bapaknya sendiri. Namun setelah datangnya Islam tradisi/adat tersebut tidak lagi dilanjutkan karena memang tidak diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. dan juga RasulNya.

➡ 10. Karena tahlilan bukan termasuk kewajiban seorang anak kepada orang tuanya setelah meninggal, dan masih banyak sunnah-sunnah lain bahkan kewajiban seorang muslim yang belum dilakukan ketimbang membuat syariat baru yang belum dicontohkan.

✅ Diantaranya, dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata:

بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ».

Artinya: “Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi.

Segala puji bagi Allah, Semoga Allah subhanahu wata’ala mengampuni dosa-dosa kaum muslimin yang masih hidup maupun yang telah wafat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Oleh: Iskandar Alukhal Lc.

Referensi:

1. Firman Allah ta’ala, Al Quran

2. Teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, As Sunnah

=

  • ➡“Selamatan Kematian” dalam pandangan Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

 

Selamatan Kematian” dalam pandangan Islam

Di antara sekian banyak tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat kita adalah “selamatan kematian” yang diadakan setelah mayit dikuburkan. Upacara atau selamatan tersebut dilakukan hingga beberapa hari setelah kematian. Dari mulai hari pertama (disebut juga “nyusur tanah”), hari ketiga (disebut “niga hari”), hari ketujuh (disebut “nujuh hari”), hari keempat belas (disebut “ngempat belas”), hari keempat puluh (disebut “ngempat puluh”), hari keseratus (disebut “nyeratus”), setahun sesudah kematian (disebut “nemuin” atau “nemu taun”) dan pada setiap tahun (yang disebut dengan “haul”). Lalu bagaimanakah upacara atau selamatan di atas menurut pandangan Islam?

  • ➡ Kewajiban orang yang hidup kepada orang yang meninggal

Dalam Islam, apabila seseorang meninggal maka kewajiban yang harus dilakukan oleh ummat Islam ada empat:

  • ➡ 1.  Memandikan

Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beberapa wanita yang hendak memandikan puteri Beliau yang wafat yaitu Zainab radhiyallahu ‘anha:

اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثاً أَوْ خَمْساً أَوْ أَكْثَرَ منْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَاجْعَلْنَ فِى الآخِرَةِ كَافُوراً أَوْ شَيْئاً مِنْ كَافُورٍ

Mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih jika kalian pandang perlu dengan air dan daun bidara. Jadikanlah untuk basuhan terakhir menggunakan kapur barus atau sedikit kapur barus.” (HR. Bukhari, Muslim dll)

  • ➡ 2.  Mengkafankan

Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada orang yang meninggal saat sedang ihram:

اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ….

Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, lalu kafankanlah….” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i)

  • ➡ 3.  Menyalatkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللَّهُ فِيهِ »

Tidak ada seorang muslim yang meninggal, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak berbuat syirk kepada Allah dengan sesuatu, kecuali Allah akan menerima syafa’at mereka terhadapnya.” (HR. Muslim dan lain-lain)

  • ➡ 4.  Menguburkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda saat hendak memakamkan para syuhada’ Uhud:

اِحْفِرُوْا وَاَوْسِعُوْا وَاَعْمِقُوْا وَاَحْسِنُوْا

Buatlah galian, luaskanlah, dalamkanlah dan buatlah yang bagus.” (Shahih, diriwayatkan oleh Nasa’i, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Hukum melakukan empat hal di atas adalah fardhu kifayah, yakni apabila sudah ada yang melakukannya, maka yang lain tidak berdosa.

Setelah itu, dianjurkan bagi kerabat maupun tetangganya berta’ziyah (menghibur) keluarga mayit baik bentuknya moril maupun materil.

Yang bentuknya moril misalnya dengan menghiburnya, mengingatkan kepadanya pahala yang dijanjikan Allah bagi orang yang bersabar dan kata-kata lain yang dapat mengurangi kesedihannya dan membantunya untuk ridha dan bersabar. Misalnya mengatakan:

« إِنَّ لِلّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ » . 

Inna lillaahi maa akhodza, wa lahu maa a’thoo wa kullu syai-in ‘indahu bi-ajalin musamman, faltashbir wal tahtasib.”

“Sesungguhnya milik Allah-lah sesuatu yang diambil-Nya, milik-Nya pula sesuatu yang diberikan-Nya. Semuanya sudah ditentukan ajalnya di sisi-Nya, maka bersabarlah dan haraplah pahala.” (HR. Bukhari-Muslim)

Sedangkan yang bentuknya materil misalnya dengan membuatkan makananan untuk mereka. Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu berkata:

لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرَ حِيْنَ قُتِلَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِصْنَعُوْا لِاَلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ اَتَاهُمْ اَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ اَوْ مَا يُشْغِلُهُمْ

Ketika sampai berita wafatnya Ja’far karena terbunuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Buatkanlah untuk keluarga Ja’far makanan, karena mereka telah kedatangan masalah atau sesuatu yang menyibukkan mereka.” (Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ta’ziyah kepada keluarga mayit dapat dilakukan sebelum mayit dikuburkan maupun setelahnya, batasnya sampai tiga hari, kecuali jika orang yang hendak dita’ziyahi sedang tidak ada, maka tidak mengapa setelah lewat tiga hari.

✅ Sunnahnya ta’ziyah dilakukan hanya sebentar, lalu pulang tanpa perlu duduk-duduk di sana. Jarir bin Abdullah Al Bajalliy berkata:

كُنَّا نَعُدُّ الْإِجْتِمَاعَ اِلىَ اَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ

Kami (para sahabat) menganggap bahwa berkumpul dengan keluarga mayit dan membuatkan makanan setelah mayit dikuburkan termasuk meratap.” (Shahih, HR. Ibnu Majah)

Imam Syafi’i rahimahullah dalam Al Umm berkata: “Saya tidak suka ma’tam, yaitu berkumpul-kumpul, meskipun mereka tidak sampai menangis, karena hal itu dapat memperbarui rasa sedih.”

Selamatan kematian dalam pandangan Islam

Setelah kita mengetahui penjelasan di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa selamatan kematian (biasa disebut “tahlilan”) tidak ada dalam Islam, bahkan bertentangan dengannya.

Di samping itu, para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum menganggap acara tersebut sebagai meratap, sedangkan meratap hukumnya haram. Selamatan kematian merupakan upacara di luar Islam, yang dibumbui dengan dzikr dan bacan Al Qur’an. Karena sebab ini (dicampur dengan dengan dzikr dan bacaan Al Qur’an), orang-orang awam mengira bahwa perbuatan itu benar, padahal tidak demikian. Selain itu, selamatan kematian juga membebani keluarga mayit, mereka keluarkan harta dalam jumlah besar untuk acara tersebut, untuk menjamu tamu dan memberi upah kepada orang yang membacakan dzikr-dzikr atau Al Qur’an untuk orang yang sudah meninggal. Padahal yang diperintahkan adalah meringankan beban mereka. Tidak sebaliknya, mereka sudah tertimpa musibah, ditambah lagi dengan beban mengeluarkan harta.

✅ Dalam I’aanatuth Thaalibin (2: 146) disebutkan, “Tidak syak lagi, bahwa melarang orang terhadap perbuatan bid’ah yang munkar ini dapat menghidupkan sunnah, mematikan bid’ah, membuka pintu-pintu kebaikan yang banyak dan menutup pintu-pintu keburukan.”

  • Sampaikah pahala bacaan Al Qur’an untuk orang mati?

✅ Al Hafizh Ibnu Katsir saat menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan bahwa seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (terj. An Najm: 39), berkata, “Yakni sebagaimana dosa orang lain tidak dipikulkan kepadanya, maka ia pun tidak mendapatkan pahala selain dari apa yang diusahakannya untuk dirinya. Dari ayat yang mulia ini, Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al Qur’an, pahalanya tidak dapat dihadiahkan kepada orang-orang yang sudah mati, karena hal itu bukan amal mereka dan usaha mereka. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganjurkan kepada umatnya, tidak mendorong mereka dan tidak pula mengajarkan mereka, baik dengan nash maupun isyarat. Demikian juga tidak dinukilkan dari salah seorang sahabat. Kalau seandainya hal itu baik, tentu mereka telah mendahului kita (dalam mengerjakannya).” (lihat Tafsir Ibnu Katsir surat An Najm: 39)

Dengan demikian, maka apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang, seperti mengirimkan surat Al Fatihah atau surat Yasin kepada arwah atau ruh fulan, ruh fulan dsb. adalah perbuatan yang keliru.

Petunjuk singkat mengurus jenazah

  • ➡ a.   Memandikan jenazah

Yang wajib dalam memandikan mayyit adalah dengan meratakan air ke seluruh badan sekali tentunya dengan disertai niat orang yang memandikannya (di hati), namun dianjurkan memandikannya seperti pada mandi janabat dengan melakukan sunnah-sunnahnya. Cara lebih rincinya adalah sbb:

  • Langkah I

Siapkanlah 3 buah ember:

1.   Ember untuk air biasa,

2.   Ember untuk air yang dicampur dengan daun bidara atau sabun,

3.  Ember untuk air yang dicampur kafur/kapur barus (untuk memandikannya pada basuhan yang terakhir)

Syaikh Abu Syuja’ Al Ashfahani dalam Al Ghaayah wat Taqrib berkata, ”Mayit itu dimandikan dalam jumlah ganjil, pada pemandian pertama kali menggunakan daun bidara (air yang dicampur daun bidara), dan pada pemandian yang terakhir dicampur dengan sedikit kapur barus.

  • Langkah II

Ditaruh mayit di tempat yang agak tinggi (hendaknya bagian kemaluannya ditutup dengan kain) dan lakukanlah pemandian ini di tempat tertutup, lalu ditekan perutnya dengan pelan (kalau pun tidak ditekan, juga tidak mengapa). Jika ada kotoran yang keluar, maka dibersihkan. Dan hendaknya orang yang memandikan mayit memakai sarung tangan agar tidak menyentuh langsung bagian auratnya.

  • Langkah III

Gunakanlah air biasa untuk membersihkan farjinya dengan air. Setelah itu, wudhukanlah seperti wudhu’ untuk shalat, kemudian mandikanlah seluruh badannya dari bagian atas kepala sampai bawah kaki (dahulukan bagian kanan, kemudian yang kiri) dengan air yang dicampur daun bidara atau sabun. Selanjutnya mandikanlah dengan air biasa (yang tidak dicampur apa-apa) pada basuhan/pemandian yang kedua. Pada basuhan atau pemandian yang terakhir dianjurkan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus.

➡ Catatan:

–     Orang yang memandikan mayit boleh melakukan pemandian mayit lebih dari tiga kali jika ia pandang perlu, dan sebaiknya dalam jumlah ganjil serta menjadikan basuhan yang terakhir dicampur dengan kapur barus.

–     Jika mayitnya wanita maka jalinan rambutnya dilepas lalu dibasuh, setelah itu dijalin kembali tiga jalinan

➡ Catatan:

–   Hendaknya yang memandikan mayit adalah orang yang salehh lagi amanah dan mengerti sunnah-sunnah dalam memandikan mayit, lebih baik lagi jika ia termasuk kerabat si mayyit. Namun jika ada orang yang diwasiatkan  untuk memandikan oleh si mayit, maka ia lebih berhak.

–   Jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki, dan jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan, kecuali suami-isteri, maka bagi suami boleh memandikan isterinya, demikian sebaliknya.

~~~•~~~ (Lanjut ke Halaman 2) ~~~••~~~